Zina Dianggap bukan Tindak Pidana

MI
31/8/2016 08:06
Zina Dianggap bukan Tindak Pidana
(MI/M Irfan)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi pasal perzinaan yang diatur dalam KUHP. Sidang tersebut mendengarkan keterangan Ketua Komnas Perempuan Azriana sebagai pihak terkait.

Azriana mengaku geram melihat perilaku masyarakat yang kerap menyamakan zina sebagai perbuatan pidana. “Orang suka melihat zina sama dengan perkosaan. Padahal, zina itu sesuatu yang berbeda,” ujarnya dalam persidangan yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Ia mengungkapkan sejatiny­a zina merupakan perbuatan yang melanggar bila dilihat dari sudut pandang agama. “Zina lebih berkaitan dengan konteks agama. Istilah itu lebih tepat sebagai hal yang merepresentasikan pandangan agama, bukan dalam aturan pidana. Persoalan itu bukan dengan hukum pidana penyelesaiannya,” imbuhnya.

Menurutnya, pengubahan rumusan pasal zina dalam KUHP tidak relevan dengan upaya menurunkan angka kekerasan seksual. ”Diperbaiki sedikit pun rumusan zinanya, dia enggak akan berkontribusi untuk mengurangi kekerasan seksual,” tegas Azriana.

Di hadapan majelis hakim, ia membeberkan kekeliruan persepsi mengenai zina dan kekerasan seksual. “Contoh yang paling kuat ketika terjadi hubung­an seks, di situ tidak ada yang dirugikan. Negara tidak bisa masuk ke ranah itu. Tapi, begitu kemudian ada yang dirugikan, barulah negara bisa masuk. Itu namanya bukan zina, melainkan sudah kekerasan seksual,” paparnya.

“Bila suatu perzinaan akhirnya melahirkan seorang anak, kalau mereka kemudian menikah, siapa yang jadi korban di sana? Itu kan tidak ada, tapi ketika salah satu ingkar janji, barulah itu masuk eksploitasi seksual,” tambahnya.

Upaya menurunkan angka ke­kerasan seksual, sambung Azriana, tidak bisa dilakukan sebatas mengubah pasal zina. “Komnas Perempuan sudah melakukan kajian 10 tahun, ternyata belum bisa menjawab seluruh belantara persoalan kekerasan seksual. Apalagi, hanya dengan benerin satu pasal. Itu enggak akan ada kontribusi apa pun untuk menurunkan angka keke­rasan seksual.”

Sejumlah pasal perzinaan di KUHP digugat Euis Sunarti yang merasa hak konstitusionalnya untuk mendapatkan perlin­dungan dan kepastian hukum sebagai individu dirugikan. Ia berharap perilaku kumpul kebo dan homoseksual masuk delik pidana. Pasal yang diuji antara lain Pasal 284, 285, dan 292 KUHP.

Komnas Perempuan menganggap gugatan Euis tidak memiliki legal standing. “Pemohon seha­rusnya menyampaikan hal itu ke legislatif,” ucap Azriana. Majelis hakim menjadwalkan sidang dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan keterangan ahli. (Jay/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya