Pembahasan RUU Pemilu Mendesak

PEMERINTAH diharapkan segera menyiapkan draf RUU Pemilu dan menyerahkannya ke DPR untuk dibahas dan disahkan menjadi undang-undang (UU). UU Pemilu yang baru akan menjadi acuan pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres yang berlangsung serentak pada 2019.

“Agaknya masih belum menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Itu tecermin dari belum adanya draf UU Pemilu 2019,” kata Deputi Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khorunnisa Nur Agustyati, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebagai RUU yang diinisiasi pemerintah, sambungnya, Presiden mesti menyiapkan draf RUU dan menyerahkan ke DPR untuk dibahas bersama. Hal itu perlu mendapat perhatian serius mengingat waktu yang semakin sempit.

Setidaknya, ada beberapa agenda politik yang akan ‘mengganggu’ pembahasan RUU Pemilu. Padahal, pelaksanaan Pemilu 2019 tinggal 2 tahun 8 bulan (jika Pemilu 2019 dilaksanakan April).

“Ini jelas waktu yang sangat singkat. Sekali lagi, jika berkaca pada Pemilu 2014, tahapan pemilu sudah dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Artinya, waktu efektif tersisa hanyalah 10 bulan menuju tahapan Pemilu 2019,” tandas Khorunnisa.

Beberapa isu krusial di antaranya terkait sistem pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, jadwal pelaksanaan pemilu, syarat kesertaan partai politik, alokasi kursi dan penataan dapil, persyaratan pencalonan pesiden, dan kerangka penegakan hukum pemilu.

Bila berkaca pada pemilu periode sebelumnya di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), UU Pemilu 2009 baru selesai dibahas DPR dan pemerintah 13 bulan sebelum pemilu berlangsung. Akibatnya, pelaksanaan Pemilu 2009 menjadi sarat dengan beragam masalah.

“Jadi intinya, jangan menunda pembahasan UU Pemilu yang baru bila kita ingin mewujudkan pemilu yang teratur dan demokratis pada 2019,” tukasnya. (Nov/P-3)