Pemerintah Ekstra Hati-Hati

KEMENTERIAN Luar Negeri mengatakan pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf memerlukan pendekatan ekstra hati-hati. Meski terbilang sulit, pemerintah tidak tinggal diam dan terus berupaya keras melakukan pembebasan.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan situasi dan kesulitan di lapang­an dari waktu ke waktu tidaklah sama. Hingga Selasa (2/8) malam, sambung Retno, si­tuasi­nya sangat dinamis. Menurut dia, kondisi itu telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.

“Tadi saya melaporkan kepada Bapak Presiden mengenai situasi lapangan dan sebagainya. Komunikasi kita jalin terus dan kita sudah bicara dengan keluarga. Prioritas kami ialah keselamatan para sandera,” ujar Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan lokasi kesepuluh sandera terpisah-pisah.

Menurutnya, tujuh sandera berada di Old Panamao, Sulu, sedangkan tiga sandera lainnya berada di Pulau Lapac, Filipina Selatan. “Lokasi mereka terpisah-pisah,” katanya.

Sebelumnya, perwakilan PT Rusianto Bersaudara, Taufik Rahman, mengaku mendengar ada batas waktu yang diberikan penyandera untuk membayar uang tebusan. PT Rusianto Bersaudara merupakan perusahaan pelayaran dengan tujuh anak buah kapalnya disandera kelompok Abu Sayyaf pada 20 Juni lalu.

“Namun, saya tidak tahu persis berapa hari batas waktu yang diberikan. Setahu saya, nilainya masih sama seperti sebelumnya, yakni 250 juta peso (Rp69 miliar),” ujar Taufik pada Selasa (2/8) kemarin.

Terkait patroli laut bersama antara militer Indonesia, Filipina, dan Malaysia, Retno berharap segera dilakukan untuk menghindari berulangnya penculikan.

Selain patroli bersama, sambung Retno, ketiga negara pun menyepakati bantuan darurat, pertukaran informasi intelijen, jalur komunikasi, latihan bersama, dan sistem identifikasi otomatis. (Nov/Lhs/P-5)