Penangkapan Istri Santoso tanpa Kekerasan Diapresiasi

LANGKAH TNI menangkap istri Santoso, Jumiatun Muslim alias Umi Delima, diapresiasi karena tidak ada tindak kekerasan. “Patut diacungi jempol,” ujar pengamat dan analis terorisme Al Chaidar saat dihubungi kemarin. “Tekanan-tekanan aktivis HAM, media, dan publik, mengubah mindset tentara,” tambahnya.

Al Chaidar pun menyebut TNI layak dilibatkan dalam penanganan terorisme, khususnya yang sudah menduduki suatu wilayah tertentu atau yang memiliki basis tertentu.

Penilaian sama disampaikan analis intelijen dan terorisme Ridlwan Habib. Menurutnya, langkah TNI elegan dan proporsional. “Ini sikap kesatria, bahwa buron tak bersenjata tidak boleh disakiti,” ujarnya.

Umi Delima ditangkap Satgas Operasi Tinombala 2016 di Pegunungan Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, kemarin, sekitar pukul 08.00 Wita. Saat ini perempuan asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut, diamankan di Kotis Sektor 1 Poso.

Informasi yang dihimpun Media Indonesia menyebutkan, pada pukul 07.00, Tim Alfa 17 dari Yonif 303/Kostrad yang dipimpin Sertu Tarigan berpatroli di sekitar lokasi CO 2598-6948. Ketika itu Tim Alfa 17 yang terdiri atas beberapa personel menemukan satu gubuk yang dicurigai dan kemudian melakukan penyergapan.

Dalam aksi itu ditemukan istri kedua Santoso bernama Umi Delima. Saat itu, Umi Delima tidak melakukan perlawanan. Petugas pun tidak melakukan penembakan.

Umi Delima adalah istri siri Santoso yang selama ini mendampingi Santoso di hutan. Dari beberapa foto yang ditemukan Satgas Tinombala, Umi Delima turut latihan dan membawa senjata api bersama anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) lainnya.

Delima bergabung dengan MIT pada 2014 bersama istri kedua Basri. Baik Umi Delima maupun istri kedua Basri berasal dari Bima, NTB.
Pada bagian lain, jenazah Santoso dan Mukhtar, kemarin, dikubur di Poso dan Palu. Sebelumnya jenazah diserahkan pihak Polda Sulawesi Tengah kepada keluarga. (Nur/TB/Ant/X-5)