Pengawalan Kapal yang Berlayar ke Filipina Diperketat

MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan ada pengamanan lebih ketat pada kapal-kapal yang berlayar ke Filipina. Terlebih, penyanderaan pada anak buah kapal terus berulang.

"Sudah disepakati akan ada pengawalan ke depan," kata Luhut di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (11/7).

Luhut pun memastikan impor batu bara ke Filipina dapat tetap berjalan. Pasalnya, kedua negara saling membutuhkan.

"Sudah berkali-kali saya sampaikan kan, impor mereka (Filipina) dari kita kan hampir 96 persen. Jadi mereka membutuhkan kita dan kita juga membutuhkan mereka karena kita juga ekspor satu miliar dolar," jelas dia.

Luhut pun mengaku akan menggelar rapat dengan Tim Crisis Center untuk membahas penyanderaan terhadap warga negara Indonesia baru-baru ini. Segala macam hal akan dievaluasi kemudian dilaporkan ke Presiden Joko Widodo.

"Percayalah kita sekarang sedang melakukan upaya-upaya yang terpadu untuk mencoba mengatasi ini," papar dia.

Diketahui, tujuh WNI anak buah kapal Tugboat Charles 001 dan tongkang Robby 152 disandera kelompok bersenjata di Filipina di Laut Sulu, barat daya Filipina pada Kamis 23 Juni. Awalnya ada 13 ABK yang ditahan penyandera. Namun, enam ABK dibebaskan.

Kelompok bersenjata Abu Sayyaf diyakini terlibat dalam penyanderaan tujuh anak buah kapal ini. Kelompok yang memiliki banyak faksi ini sebelumnya dua kali menyandera ABK asal Indonesia pada April dan Mei lalu.

Abu Sayyaf merupakan sempalan dari kubu MILF (Barisan Pembebasan Islam Moro). Kelompok ini dibuat oleh Abdurrazak Abu Bakar Janjalani.

Pada 23 Juli 2014, Isnilon Totoni Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf, berbaiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Dua bulan kemudian, milisi mulai menculik warga asing demi menuntut uang tebusan.(X-11)