Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Listyo Diharapkan Bisa Jadi Ikon Antidiskriminasi

Siti Yona Hukmana
27/1/2021 08:30
Listyo Diharapkan Bisa Jadi Ikon Antidiskriminasi
Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memberi hormat usai sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/1).(ANTARA/Galih Pradipta)

PRESIDEN Joko Widodo akan melantik Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri pada hari ini, Rabu (27/1). Listyo akan menjadi Kapolri beragama nonmuslim kedua sepanjang sejarah.

"Dengan dilantiknya Sigit, Indonesia Police Watch (IPW) berharap mantan Kabareskrim itu bisa menjadi ikon antidiskriminasi di tubuh Polri," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis, Rabu (27/1).

Neta mengatakan pelekatan ikon antidiskriminasi itu karena selama ini sulit perwira tinggi (pati) Polri nonmuslim menjadi Kapolri. Dia menyebut selama Indonesia merdeka dan selama Polri berdiri, baru satu kali Kapolri dijabat oleh pati nonmuslim, yakni Widodo Budidarmo.

"Sigit berhasil lolos dari lubang jarum diskriminasi di tubuh kepolisian," ujar Neta.

Baca juga: Usai Divaksin, Presiden Dijadwalkan Lantik Kapolri Baru

Maka itu, Neta berharap Komjen Listyo Sigit dapat membawa paradigma baru di tubuh Polri. Yakni, paradigma antidiskriminasi.

Neta mengungkapkan setidaknya ada empat diskriminasi di tubuh Polri yang harus segera dihilangkan calon Kapolri Listyo Sigit. Pertama, segera mencabut Surat Keputusan Kapolri Nomor : Kep/407/IV/2016, tanggal 20 April 2016.

Keputusan itu mengatur syarat menjadi Kapolda/Wakapolda harus berpendidikan Sespimti/Lemhanas/Sesko TNI. Padahal, kata Neta, pendidikan Diklatpim TK I tidak diakui dan hanya syarat bagi jabatan Irwasda ke bawah.

"Ini jelas sangat diskriminatif dan Polri berpotensi diboikot LAN sebagai lembaga yang membuat Diklatpim untuk seluruh ASN," ungkapnya.

Kedua, Neta menyebut Pati Polwan Polri selama ini terdiskriminasi. Mereka sangat sulit menjadi Kapolda. Padahal, jumlah penduduk perempuan di Indonesia saat ini lebih dari 55 persen.

Dalam sejarah Polri, baru satu perempuan menjadi Kapolda, yakni Kapolda Banten Brigjen Rumiah Kartoredjo. Dia dilantik menjadi Kapolda Banten pada 23 Januari 2008 dan menjabat hingga 2010.

Ketiga, perwira lulusan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) saat ini tidak bisa mengikuti Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti. Para lulusan SIPSS diarahkan ke pendidikan Diklatpim I, II, dan III.

Kebijakan diskriminatif itu dikeluarkan melalui Pengumuman Kapolri, Nomor: PENG/4/I/DIK.2.2/2021 tanggal 8 Januari 2021 tentang Penyelenggaraan Pendidikan SESPIMMA Angkatan ke-65 dan 66 Tahun Ajaran 2021. Salah satu isi poin nomor 3b, yaitu persyaratannya hanya untuk perwira lulusan Akpol dan SIP.

"Tentunya pengumuman ini sangat merugikan dan sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS," ucapnya.

Keempat, Surat Telegram (ST) Kapolri Nomor: ST/299/I/DIK.2.5./2020 tanggal 29 Januari 2020, tentang Pendidikan Diklatpim Tingkat I. Terdapat syarat ketentuan usia anggota Polri minimal 47 tahun.

"Hal ini sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS, karena untuk di level AKP, rata-rata usia lulusan Personel Polri dari SIPSS berada pada usia 32 tahun. Artinya jenjang kariernya akan tertunda sangat lama, sampai usia 47 tahun," tutur Neta.

Maka itu, IPW berharap Listyo Sigit bisa melihat berbagai kebijakan yang bersifat diskriminatif di tubuh kepolisian. Seperti, alasan perwira SIPSS tidak diperbolehkan ikut Dikbangum Polri. Padahal, kata Neta, mereka juga personel Polri yang sama dengan lainnya.

"Jika di internalnya saja, Polri sudah penuh dengan sikap-sikap diskriminasi bagaimana anggotanya yang bertugas di lapangan bisa bersikap Presisi dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat?" tanya Neta.

Kemudian, dia juga menyangsikan Polri bisa bersikap adil dalam melakukan penegakan hukum di masyarakat. Sebab, di institusi Polri penuh dengan sikap diskriminasi.

"Sebab itu, setelah dilantik menjadi Kapolri, tugas pertama Sigit adalah segera mencabut dan menghapus semua kebijakan yang berbau diskriminasi di tubuh Polri. Sigit harus mampu menjadi ikon antidiskriminasi," tutup Neta. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya