Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Kalangan masyarakat sipil mendesak agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak terburu-buru mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Perpajakan. Penolakan terhadap RUU tersebut didasarkan pada banyaknya target pemerintah yang belum tercapai, salah satunya di bidang pajak.
Baca juga: Buruh Kecam Para Pesohor yang Dibayar Kampanyekan Omnibus Law
Manajer Riset Sekretariat Nasional Fitra Badiul Hadi mengungkapkan, rasio penerimaan pajak dari tahun ke tahun masih rendah. Ia memaparkan pada 2014 rasio penerimaan pajak 13,7%, lalu pada 2016 sebesar 11,6%, kemudian turun menjadi 10, 8% pada 2016 dan kembali turun menjadi 10,7% pada 2017, dan pada 2018 berada di level 11,5%. "Target yang selama ini diharapkan mengalami kenaikan mengalami penurunan dari tahun ke tahun," ujarnya dalam diskusi daring terkait Omnibus Law di Jakarta, Selasa (18/8).
Baca juga: Tolak Omnibus Law, Buruh Akan Demo di DPR dan Menko Perekonomian
Hal tersebut dikatakannya menanggapi pidato kenegaraan dan nota keuangan negara, di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Kamis (14/8) lalu ketika Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Omnibus Law kedua RUU tersebut menjadi prioritas yang harus diselesaikan pada tahun ini.
Lebih lanjut Badiul menjelaskan, pihaknya mendesak agar pemerintah mengevaluasi rencana menaikkan penerimaan negara melalui sektor pajak melalui Omnibus Law RUU Perpajakan. Pemerintah, ujarnya, perlu belajar dari kebijakan Tax Amnesty yang kurang berhasil mencapai target.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menambahkan, penolakan masyarakat terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja kian menguat dikarenakan substansinya. "RUU ini didesain agar banyak investasi masuk dan diharapkan ada jutaan orang yang dipekerjaan tapi luput membicarakan hak-hak dasar para pekerja," tutur Ray.
Senada, Direktur Democracy Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi menyampaikan Omnibus Law Cipta Kerja akan lebih menguntungkan korporasi besar dan mengabaikan kesejahteraan buruh atau pekerja. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jierry Sumampow mengatakan pemerintah dan DPR memanfaatkan situasi di tengah pandemi untuk tidak transparan dalam membahas RUU Omnibus Law sehingga wajar menimbulkan polemik di masyarakat. "Saat masa reses (tidak bersidang) DPR masih membahas RUU ini kita jadi curiga ada apa dan pengawasan publik menjadi sangat minim," tukasnya. (P-4)
Kemudahan perijinan usaha diharapkan naikkan tingkat pendapatan perkapita Indonesia di 2045
KSPI sesalkan putusan MK soal UU Ciptaker
Penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah penting untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Perusahaan diwajibkan membayar uang kompensasi kepada karyawan yang masa kontraknya berakhir. Ketentuan ini tidak ada dalam peraturan ketenagakerjaan sebelumnya.
Kita pikirkan warga kita yang belum kerja itu-kan banyak jumlahnya ada puluhan juta, tetapi untuk mendapatkan pekerjaan harus ada pengusaha masuk ada kepastian hukum, kemudahan investasi
"Di sisi lain, mereka juga kadang naif. Banyak kepentingan memanfaatkan ketulusan perjuangannya. Narasinya mirip kayak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didanai asing,
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved