Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PEMEGANG Polis PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WAL) mengajukan tuntutan Class Action (CA) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (23/7). Class Action dilakukan setelah upaya Praperadilan yang ditempuh para Pemegang Polis (PP) dinyatakan gugur oleh PN Jaksel. Hal itu disebakab pokok perkara telah digelar di PN Jakarta Pusat yang menyidangkan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Asuransi Jiwasraya.
Pemicu upaya hukum yang dilakukan oleh WAL maupun para PP karena telah terjadi perbuatan melawan hukum (PMH) atas pemblokiran dan penyitaan efek rekening WAL oleh Kejaksaan Agung (KJ) pada Januari 2020 yang berakibat gagal bayar kewajiban perusahaan asuransi kepada nasabah atau Pemegang Polis.
“Kami mengupayakan Class Action (CA) setelah Praperadilan WanaArtha digugurkan oleh PN Jaksel yang ironisnya majelis hakim belum memeriksa substansi Praperadilan dan bukti-bukti serta keterangan saksi fakta maupun ahli yang diajukan dipersidangan Praperadilan atas penyitaan akibat perbuatan melawan hukum oleh Kejagung yang dilakukan tidak sesuai dengan KUHAP dan UU Pasar Modal mengenai penyitaan rekening efek," ujar Perwakilan PP WanaArtha, Wahjudi, didampingi puluhan PP lainnya di PN Jaksel, Kamis (23/7).
Wahjudi menegaskan penyitaan terhadap rekening efek WAL merupakan tindakan semena-mena dan bertentangan dengan hukum karena penyitaan itu murni investasi atau premi yang dibayarkan oleh para PP yang jamak menggantungkan nasib dan penghidupan dari investasi yang dipercayakan kepada WAL.
"Jujur saya tidak paham akar permasalahan hingga uang kami disita. Sebagai orang awam tentang hukum. Mengapa otoritas negara di bidang hukum dan keuangan yang harusnya melindungi hak-hak azasi nasabah atau PP justru memblokir dan menyita rekening efek WanaArtha yang di dalamnya sejatinya adalah dana kelolaan PP tanpa prosedur pemeriksaan yang mendalam terhadap adanya dugaan kuat terhadap tipikor?" ungkapnya.
Dimulai dengan blokir seluruhnya lalu disita sebagian dan pada kesempatan lain disita seluruhnya. Wahjudi dan PP lainnya mempertanyakan bukankan yang seharusnya disita adalah aliran dana yang diduga terlibat dalam tindak kejahatan. Namun, dana kelolaan PP justru ikut tersita.
Salah satu PP dari Surabaya, Yanto, 43, mengaku sangat tersiksa akibat penyitaan ini. Ia kini menanggung lima jiwa seperti istri, dua balita dan dua orang tua. Yanto pun memaparkan jika ibunya menderita sesak nafas sejak 2013 dan kesulian membeli obat karena mahal. Ia mengaku sudah empat bulan tidak mendapatkan nilai manfaat tiap bulan dari WanaArtha.
"Saya tidak tahan kalau harus utang untuk menutupi biaya hidup. Jadi tolong majelis hakim bisa terbuka nurani dan hati serta berpihak adil kepada kami untuk mengabulkan pembukaan sita karena dana itu adalah murni uang kami. Kalau sita tidak dikabulkan maka membuat keluarga semakin menderita dan mempercepat serumah harus mati," tutur Yanto.
Meski harus menerima kenyataan pahit, seluruh PP berharap tindakan ini hanya langkah antisipatif otoritas saja agar barang bukti tidak raib atau 'menguap' dan setelah CA ini mudah-mudahan sita bisa diangkat dan PP mendapatkan haknya kembali.
Baca juga: WanaArtha Life Keberatan Pemblokiran Rekening dan Penyitaan Aset
Sebagian besar PP sangat bergantung pada manfaat imbal hasil dari investasi di WAL untuk kebutuhan berobat, sekolah, biaya hidup sehari-hari, usaha kecil bahkan membayar hutang untuk menutup tuntutan hidup karena terimbas covid-19.
Pemegang Polis sebagai penggugat memberi kuasa hukum kepada Firma Hukum yang digawangi Cornelius Jauhari, SH,MH, GunawanTjahjadi, SH dan Ester I. Jusuf, SH.M.Si.
Setidaknya ada 15 orang PP WAL yang mengajukan gugatan CA. Mereka adalah pemegang produk WAL Invest, Wana Multi Protector dan Asuransi Wana Saving Plus.
“15 orang penggugat ini selain bertindak mewakili dirinya sendiri juga sekaligus bertindak mewakili ribuan orang pemegang polis WanaArtha yang dirugikan sebagai akibat penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung,” jelas salah satu kuasa hukum, Ester I. Jusuf.
Dalam materi gugatan yang dimohonkan ke PN Jaksel, para PP WAL menggugat tiga pihak yang merupakan institusi negara di bidang keuangan dan hukum. Institusi tersebut adalah Kejaksaan Agung sebagai tergugat pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tergugat kedua dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai tergugat ketiga.
Selain ketiga pihak tergugat tersebut, imbuh Ester, PP WAL juga mengikutsertakan 11 bank kustodian dan WAL sebagai pihak yang turut tergugat. Dia menyebut Kejaksaan Agung tidak pernah memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada WAL sebagai pemilik rekening efek dan reksadana yang disita sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum terhadap pasal 42 ayat 1 KUHAP.
“Hal yang juga penting adalah WanaArtha tidak pernah menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana apapun, sehingga tidak mungkin bagi WanaArtha untuk melarikan diri ataupun memusnahkan barang bukti,” tukas pengacara penerima Yap Thiam Hien Award sebagai pejuang HAM ini.
Ester juga membantah rekening efek maupun reksadana yang saat ini disita memiliki keterkaitan dengan kasus PT Jiwasraya yang proses hukumnya sedang berjalan.
“Rekening yang disita Kejaksaan Agung dikelola oleh WanaArtha bukan dimiliki, diperoleh, ataupun karena hasil dari tindak pidana korupsi Jiwasraya. Bahkan dalam surat dakwaan para terdakwa atas kasus Jiwasraya, tidak ada satupun fakta yang menjelaskan rekening reksadana maupun efek ini milik para terdakwa,” pungkasnya.
Terkait gugatan yang diajukan kepada OJK, dia memandang otoritas keuangan ini lalai dalam menjalankan tugas seperti yang tercantum dalam Pasal 4 huruf A UU No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
“OJK tidak pernah sekalipun memberikan surat atas pemblokiran yang dilakukannya terhadap rekening efek dan reksadana milik WanaArtha."
Sementara KSEI dipandang lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai yang tercantum dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 jo Pasal 5 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016. Padahal investasi yang dilakukan oleh WAL tidak termasuk dalam kategori yang dilarang ataupun melawan hukum.
Dalam tuntutannya, para penggugat yang adalah PP dalam gugatan CA meminta pembukaan sita dan ganti kerugian material sesuai nilai polis dan potensi kerugian berupa pembayaran manfaat yang tidak diterima akibat penyitaan sampai dengan sita dibuka serta tuntutan imaterial senilai Rp100 juta untuk setiap pemegang polis WanaArtha.
Dimintai keterangan secara terpisah, Dirut WanaArtha Life Janes Y. Matulatuwa mengungkapkan perusahaan tetap menghormati langkah CA yang dilakukan para PP karena adalah hak yang dilindungi UU.
“Class action yang dilakukan oleh para Pemegang Polis adalah hak hukum mereka. Kami menghormati dan menyerahkan ini kepada proses hukum yang sedang berjalan,” ujarnya.(RO/OL-5)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan, pihaknya tidak perlu mengeluarkan peraturan baru untuk memberikan restrukturisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menyatakan bahwa Program Asuransi Wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan peningkatan batas maksimum pinjaman fintech lending untuk sektor produktif menjadi Rp10 miliar.
BRI Insurance berhasil menorehkan prestasi dengan memboyong tiga penghargaan di acara 25th Insurance Award 2024.
OJK mengungkapkan total tabungan di program Satu Pelajar Satu Rekening (Kejar) mencapai Rp32,84 triliun. Jumlah ini berasal dari 57,05 juta peserta.
Sejumlah perusahaan sudah memiliki syarat yang cukup untuk terjun ke bursa, baik dari sisi keuangan maupun tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).
Kejaksaan Agung akan terus mengawal proses pengajuan kasasi yang akan diajukan terhadap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
KEJAKSAAN Agung memeriksa dua tersangka dan satu saksi dalam kasus korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas PT Antam tahun 2010-2022.
ICW ingatkan pansel capim kpk tidak mengistimewakan mereka yang mendaftar berlatar belakang penegak hukum.
Kejaksaan Agung menilai hakim PN Surabaya tidak melihat kasus pembunuhan Dini Sera oleh Ronald Tannur secara holistik.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menyoroti vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR Edward Tannur atas dakwaan pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti, 29.
AKTOR utama korupsi timah masih belum tersentuh oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved