Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
SEJUMLAH pakar politik dan pemerintahan melihat adanya situasi lawlessness (ketiadaan hukum) dalam penanganan pandemi covid-19 beberapa hari terakhir. Walaupun pemerintah masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), masyarakat seperti tidak mengindahkan aturan tersebut.
“Kita melihat situasi di banyak daerah pasar penuh sesak dan jalan raya masih macet. Ini seperti tidak ada pandemi,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dalam diskusi daring yang diselenggarakan I-Otda, Selasa (19/5).
Ia menekankan seharusnya pemerintah pusat bisa menunjukkan soliditas dalam menangani pandemi ini. Hal ini ditandai dengan kuatnya koordinasi antara instansi pusat dan daerah saat implementasi kebijakan.
“Kenyataannya pemerintah agak morat marit dalam penanganan covid-19. Terjadi rivalitas dalam koordinasi antarinstansi pusat-pusat dan pusat-daerah,” ungkapnya.
Dirinya khawatir apabila situasi ini tidak dibenahi, pandemi covid-19 sulit diatasi dengan cepat. Apalagi, saat ini publik menyaksikan belum adanya pelandaian kurva penambahan pasien positif virus covid-19.
“Karena ini segera benahi koordinasinya,” jelasnya.
Baca juga: Hati-Hati Tumpang-tindih Tangani Teroris
Pengamat politik dari CSIS J Kristiadi menambahkan, dalam penanganan pandemi sebaiknya aparat pemerintah menjaga jarak dengan kepentingan pribadi agar kebijakan bisa berjalan dengan lebih baik.
“Jangan kemudian penanganan pandemi ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik elite tertentu,” ujarnya.
Kristiadi mengingatkan, pada dasarnya negara tidak mungkin memenangkan sendiri peperangan melawan covid-19. Dibutuhkan kekuatan masyarakat untuk mendukung sekaligus mengkritik kebijakan negara.
“Jadi tidak perlu alergi apabila ada kritik dari masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, pakar politik dari LIPI R Siti Zuhro menyebut apabila masyarakat tidak boleh melakukan kritik, artinya kita seperti bersepakatan menuju negara yang tidak demokratis. Hal ini karena banyak kritik yang tidak terlalu digubris elite politik yang ada.
“Seperti tidak bisa ada kritik kepada kepala pemerintahan,” tuturnya.
Siti Zuhro masih melihat banyak elite yang berkontestasi untuk mencari pamor dalam penanganan pandemi.
“Padahal elite di pemerintahan lebih fokus untuk melayani publik. Bukan untuk pencitraan,” jelasnya.(OL-5)
Saat pandemi, KAI Commuter mencatatkan jumlah volume penumpang yang turun drastis.
erkembangan teknologi yang sangat pesat, berimbas pada semua sektor. Dengan penerapan teknologi yang semakin menjadi daya tarik dalam memasarkan properti.
Jika terjadi pandemi terjadi atau wabah besar di suatu negara maka pemerintah negara tersebut harus menyerahkan patogen yang menjadi penyebab pandemi ke WHO.
Akses patogen dibutuhkan sebagai kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi.
Pandemi menyadarkan kita bahwa tantangan kesehatan sangat kompleks serta memerlukan solusi inovatif dan kolaboratif berbasis teknologi.
Keadilan atau equity awalnya dinarasikan sebagai jantung dalam proposal perjanjian ini, lalu dijalankan menjadi tidak berarti apa-apa dan sekedar klise.
Berdasarkan pedoman yang ada, covid-19 baru dianggap sebagai ancaman jika jumlah atlet yang tertular mencapai 5% dari total seluruh atlet dalam periode tujuh hari.
Sebanyak enam atlet dinyatakan positif Covid-19 dalam waktu kurang dari satu minggu penyelenggaraan Olimpiade Paris 2024.
Lima dari enam atlet di Olimpiade Paris 2024 yang dinyatakan positif covid-19 merupakan atlet polo air Australia, dan satu merupakan atlet renang Inggris.
Kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian itu lantas berdampak krisis di berbagai negara.
Sejulah atlet yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024 terjangkit Covid-19. Terbaru, perenang Inggris Adam Peaty dinyatakan positif setelah lima atlet polo air Australia.
Menurut WHO, model kerja dari rumah dapat menciptakan kondisi berbahaya, yakni berdampak buruk bagi kesehatan karyawan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved