Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
WAKIL Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Saan Mustofa mengungkapkan Fraksi Partai Nasdem tengah melakukan kodifikasi Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu), Partai Politik dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Jadi kita lagi desian satu UU partai politik, UU Pemilu dan UU Pilkada di modifikasi dijadikan satu UU, nanti apa penamaanya UU politik atau apa nanti ketika saat pembahasan revisi UU pemilu, itu yang akan kita bicarakan," kata Saan saat ditemui usai kegiatan FGD 'Redesain UU Pemilu, serta Kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada', di Gedung DPR RI, Selasa, (18/2).
Sekretaris Fraksi Partai NasDem ini menjelaskan alasannya, menggabungkan UU Parpol, UU Pemilu, dan UU Pilkada menjadi satu UU dikarenakan banyaknya kesamaan dalam ketiga UU tersebut.
"Pertama UU itu banyak kesamaan ya, itu kan satu rumpun Parpol, Pilkada, dan Pemilu itu kan ada hal-hal yang sama. Jadi kita ingin supaya publik mudah memahami tidak terlalu rumit menjadi lebih sederhana, dan juga tidak terjadi tumpang tindih satu sama yang lain," ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, pihaknya tengah membahas untuk mendesain kembali pemilihan umum legislatif dan Presiden kembali dipisah namun tetap dalam tahun yang sama.
"Yang kedua kita juga mulai mendesain kembali Pemilu Legislatif dengan Pemilu Presiden itu dipisah kembali, tapi tetap dalam waktu 1 tahun bersamaan. Misalnya Pemilu Legislatif diselenggarakan bulan Maret, Pemilu Presiden di bulan Juli," jelasnya.
Dikatakanha, hal ini nantinya yang diharapkan dapat menciptakan demokrasi di Indonesia semaki kuat dan berkualitas.
"Di RUU Pemilu yang akan datang yang kita revisi itu, kita ingin mendesain sistem politik kita, sistem kepemiluan kita itu untuk menuju kepada proses pelembagaan politik yang lebih stabil, yang memang membuat demokrasi kita semakin kuat, berkualitas, semakin sehat sehingga output dari pemilu benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh rakyat," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menyambut baik apa yang tengah disiapkan Fraksi Partai Nasdem mengenai Kodifikasi UU Pemiu dan Pilkada.
"Sistem Pemilu kita itu campur aduk, tidak terlepas kita mengatur masih berserakan antara aturan Pemilu dan aturan Pilkada. UU pemilu mengatur sendiri UU Pilkada mengatur sendiri. Sehingga kita masih menemukan problem akibat dari terpisahnya UU tersebut," ucapnya.
"Misalnya dalam kedua UU tersebut masih memuat terjadinya pengulangan atau duplikasi, mebuat adanya standar yang berbeda atas isu yang sama contohnya politik uang di Pileg dan Pilpres hanya menghukum yang memberi, yang menerima tidak dihukum sementara di pilkada menghukum yang memberi maupun yang menerima," imbuhnya.
Ia pun mendukung sepenuhnya upaya Fraksi Partai Nasdem dalam mengkodifikasi UU Pemilu dan Pilkada.
"Oleh karena itulah kami mendukung 100 persen upaya Fraksi Partai Nasdem untuk mengkodifikasi UU Pemilu dan Pilkada dalam artian ayo mari kita selesaikan problematikan regulasi kelembagaan ini dengan memiliki harmonisasi regulasi kepemiluan mengatur Pemilu dan Pilkada dalam satu naskah, "
Ia berharap dengan regulasi kepemiluan yang dapat diatur dalam satu naskah nantinya substansi dalam regulasi tersebut dapat berjalan harmonis.
Tak hanya itu, Titi juga menyebutkan beberapa rekomendasi kedepan yang mungkin dapat di olah partai Nasdem dalam pembahasan revisi UU Pemilu nantinya.
"Selain itu kita juga merekomendasikan kedepan pemisahan Pemilu serentak nasional dengan Pemilu serentak Daerah, dimana pada Pemilu nasional terdapat 3 surat suara (Pemilu Presiden, DPR dan DPD) sementara pada Pemilu Daerah terdapat surat suara Kepala Daerah dan DPRD," ucapnya.
Menurunya alasan pemisahan tersebut untuk memberikan kemudahan pemilih dalam memberikan pilihannya, perhatian pemilih pada Pemiku Legislati dapat meningkat dan beban kerja penyelenggara pemilu tidak terlalu sulit. (OL-4)
WACANA mengodifikasi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dinilai mendesak.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) diminta untuk mendiskualifikasi empat partai yang diduga abai terhadap pemenuhan kuota keterwakilan perempuan di legislatif Provinsi Gorontalo.
KELEMAHAN UU Pemilu harusnya tidak menjadi alasan untuk membenarkan kinerja Bawaslu yang lemah dalam menegakkan aturan terhadap pelanggaran pada Pemilu 2024
Selama ini Bawaslu hanya melaksanakan kewenangan yang diatur dalam UU Pemilu dalam menjalankan tugas
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Hugua meminta agar praktik money politics alias politik uang diwajarkan saja oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
UU Pemilu menitikberatkan keadilan prosedural yang memicu peserta pemilu melakukan aneka kecurangan dengan bebas di tingkat konstituen ataupun di level penyelenggara.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI telah menyurati pimpinan Komisi II DPR RI terkait pengubahan penghitungan syarat usia minimum calon kepala daerah.
MAHKAMAH Agung (MA) telah menerbitkan salinan resmi Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 lewat laman resminya. Putusan tersebut mengubah tafsir syarat usia minimum calon kepala daerah
Jika MK menilai bahwa UU Pilkada dianggap masih merugikan pihak atau partai politik tertentu, kemungkinan MK akan menerima gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora.
Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK membatalkan Pasal 40 ayat (3).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta bakal pasangan calon perseorangan segera memenuhi persyaratan dukungan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved