Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Gus Sholah Sayangkan Jokowi Beri Grasi ke Annas Maamun

Dhika Kusuma Winata
30/11/2019 20:13
Gus Sholah Sayangkan Jokowi Beri Grasi ke Annas Maamun
Pemimpin pondok pesantres Tebuireng Salahuddin Wahid atau Gus Sholah(Antara/Irfan Anshori)

GRASI atau pengurangan hukuman terhadap terpidana korupsi Annas Maamun kembali menuai kritik. Kali ini kritik datang dari tokoh senior Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid.

Kyai yang akrab disapa Gus Sholah itu menilai pemberian grasi terhadap koruptor tidak tepat karena mencederai rasa keadilan masyarakat.

"Saya menyayangkan pemberian grasi tersebut. Kalau alasan diberi grasi karena sudah tua, kenapa sudah tua masih tetap korupsi," ucap Gus Sholah di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (30/11).

Gus Sholah mengembalikan penilaian soal grasi tersebut ke masyarakat. Namun, ia menegaskan pemberian grasi kepada Annas yang notabene terpidana korupsi tidak tepat.

"Menurut saya tidak tepat, apalagi KPK juga masih mengusut kasus Pak Annas yang lain," ujarnya.

Mantan Gubernur Riau yang merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi kawasan hutan itu mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. Dia bakal menjalani hukuman lebih cepat dan bebas tahun depan.

Baca juga : Gus Sholah Tepis Pernyataan Said Aqil Soal Presiden Dipilih MPR

Grasi tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019.

Koalisi masyarakat sipil juga menentang pemberian grasi tersebut. Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mempertanyakan pemberian grasi. Menurut dia, bagaimanapun kejahatan korupsi merupakan extraordinary crime.

"Pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," ucapnya.

Dia menambahkan alasan rasa kemanusiaan sehingga mengeluarkan grasi kepada terpidana tidak dapat dibenarkan lantaran indikator 'kemanusiaan' tidak dapat diukur secara jelas.

"Mesti dipahami bahwa terpidana yang diberikan grasi oleh presiden adalah seorang mantan kepala daerah yang awalnya diberikan mandat oleh masyarakat untuk menjadi gubernur, namun justru kepercayaan yang diberikan tersebut malah digunakan untuk melakukan kejahatan korupsi," tegasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya