Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
SINYALEMEN penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pekan lalu disahkan DPR RI, dinilai direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sulthan Muhammad Yus sebagai kemunduran.
Menurutnya, desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu merupakan langkah yang tidak tepat. Meski Perppu merupakan kewenangan legislasi presiden, tapi Perppu tak boleh dikeluarkan secara serampangan.
"Ada kriteria agar Perppu dapat dikeluarkan, yaitu Perppu bisa dilakukan jika dalam keadaan darurat serta adanya kegentingan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan," kata Sulthan dalam keterangan resmi, Sabtu (28/9).
Ia melanjutkan, dalam bernegara ada ketentuan dan sistem yang berlaku. Tidak bisa karena ada gejolak, lantas diasumsikan sebagai kegentingan yang memaksa sehingga Perppu bisa dikeluarkan begitu saja. Alasan subjektivitas presiden juga harus kuat dan memenuhi kriteria tersebut.
"Oleh karena itu, saya tidak melihat keharusan sama sekali bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu. Konstitusi kita telah mengatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislative review, ada executive review, juga ada judicial review," kata dia.
Baca juga : PDIP : UU KPK Baiknya Diljalankan Dulu Baru Dievaluasi
Sementara itu, lanjut Sulthan, UU KPK yang baru dilahirkan belum ada nomornya dan belum masuk dalam lembaran negara. Seharusnya semua pihak menunggu nomor perundangan itu terbit, baru kemudian memberikan pertentangan lewat jalur yang diatur konstitusi.
"Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa UU KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan UU baru, lalu disimpulkan. Tolong jangan suuzan berlebihan," jelas dia.
Lebih lanjut kata Sulthan, paksaan pengeluaran Perppu karena desakan bisa jadi preseden buruk ke depan.
Ia juga melihat ada inkonsistensi KPK dalam bersikap. Ia mencontohkan penyataan KPK yang mempersilakan tersangka korupsi menempuh jalur praperadilan atau pembuktian di persidangan bila keberatan dengan status hukumnya.
"Nah, ini di soal revisi UU KPK kok standar ganda. Pakai logika yang sama dong, tempur saja jalur konstitusional yang tersedia. Dan bagi saya, Perppu bukan salah satu dari jalur yang tersedia tersebut dalam masalah revisi UU KPK ini," jelas dia.
Di samping itu, Sulthan juga mengingatkan gelombang demonstrasi yang terjadi belakangan ini tidak bisa digeneralisasi pada soal penolakan UU KPK semata. Lebih dari itu gerakan ini bentuk akumulasi kekecewaan kolektif pada cara-cara penyelenggaraan kekuasaan.
"Dan akhir-akhir ini justru aksi tersebut mulai berubah dari substansi menjadi solidarity karena sikap represif dalam penanganan massa aksi. Saya mendorong presiden agar jernih dalam melihat permasalahan," tutupnya. (OL-7()
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi III DPR Johan Budi mengatakanpenerbitan Perppu Perampasan Aset ada di tangan Presiden Joko Widodo.
DPR tak juga kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Kelanjutan pembahasan RUU Perampasan aset di tangan DPR. Kalau sekarang tidak jelas, berarti tidak ada itikad baik dari DPR untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Komisi II dan pemerintah sepakat bahwa perubahan jadwal itu dilakukan lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Aturan yang menganulir pelaksanaan pilkada November 2024 merupakan inisiatif pemerintah dalam bentuk Perppu
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved