KPK Pertimbangkan Gandeng Interpol Datangkan Sjamsul Nursalim

Antara
09/6/2017 07:12
KPK Pertimbangkan Gandeng Interpol Datangkan Sjamsul Nursalim
()

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan bekerja sama dengan Interpol untuk mendatangkan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim yang berada di Singapura.
Sjamsul merupakan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada BDNI yang menyebabkan kerugian negara Rp3,7 triliun.

"Nanti kalau memang ada kebutuhan lain sehingga kami perlu kerja sama dengan Interpol sesuai dengan aturan hukum yang ada tentu kami perlu pertimbangkan dengan serius," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/6) malam.

Selain itu, kata Febri, untuk mencari keberadaan Sjamsul itu di Singapura, KPK juga akan melakukan kerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. "Karena untuk kerja sama dengan memasukan seseorang ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) itu tidak bisa dilakukan pada saksi hanya bisa dilakukan pada tersangka, misalnya," ucap Febri.

Sebelumnya, dalam penyidikan kasus itu, KPK memanggil Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri periode 1999-2000 Kwik Kian Gie sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Ia pun mengakui terdapat kerugian negara Rp3,7 triliun dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada BDNI. KPK juga mendalami hubungan antara pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani alias Ayin dengan Sjamsul Nursalim.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban
Pemegang Saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya