Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DUA penyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam pengadaan satelit monitoring diberi status sebagai justice collaborator (JC). Dua orang pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, dinilai telah membantu pengungkapan kasus ini.
"Keduanya membantu pengungkapan pelaku lain yang berperan lebih besar," kata Jaksa Penuntut KPK Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (5/5).
Adami Okta ditetapkan sebagai JC atas surat yang diteken Pimpinan KPK tanggal 26 April 2017. Sedangkan Hardy ditetapkan sebagai JC atas keputusan KPK tanggal 3 Mei 2017. Peran besar keduanya menjadi pertimbangan untuk tuntutan yang dibacakan hari ini.
Keduanya dituntut dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Sikap kooperatif serta pengakuan dan perasaan menyesal yang disampaikan dua terdakwa juga menjadi hal yang meringankan tuntutan.
Suap bermula ketika PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia, dua perusahaan milik Fahmi Darmawansyah mengikuti lelang pengadaan “drone” dan “monitoring satellite” di Bakamla. Hardy bekerja sebagai marketing/opreasional PT Merial Esa. Sedangkan Adami Okta adalah bagian operasional PT Merial Esa sekaligus orang kepercayaan Fahmi.
Kala itu, Fahmi Darmawansyah bertemu dengan politikus muda PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dan Kepala Bakamla Arie Soedewo. Pertemuan saat Arie menjadi pembicara.
Ali Fahmi disebut menawarkan kepada Fahmi Darmawansyah untuk ‘main proyek’ di Bakamla dan jika bersedia, Fahmi Darmawansyah harus mengikuti arahan Ali Fahmi. Supaya dapat menang, Fahmi Darmansyah harus memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.?
Usai penyampaian itu, Ali Fahmi memberitahukan ada pengadaan “monitoring satellite” senilai Rp400 miliar. Ali meminta uang muka 6 persen dari nilai anggaran untuk membantu PT Merial Esa dalam mengikuti proses lelang.
Hardy yang sudah mengenal orang-orang Bakamla ditugaskan untuk menjadi marketing/ operasional PT Merial Esa. Adami dan Hardy pun memberikan 6 persen dari Rp400 miliar yaitu Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan.
Pemberian duit kala itu direkam atas permintaan Adami Okta. Sebagai bukti untuk dilaporkan kepada Fahmi. Selanjutnya, Fahmi menggunakan PT Melati Technofo Indonesia yang sedang dalam proses akuisisi, namun perusahaan itu sudah dikendalikan Fahmi dengan cara menduduki jabatan Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat kerabatnya, Danang Sriradityo Hutomo.
Hardy dan Adami Okta dipercaya Fahmi untuk mengatur dan mengurus proses pengadaan di Bakamla. Agar menang, Hardy dan Adami bekerja sama dengan PT Rohde and Schwarz Indonesia.
Perwakilan perusahaan produsen “monitoring satellite” dan PT Melati Technofo Indonesia kemudian membantu Bakamla membuat daftar Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Serta membuat spesfikasi teknis yang mengunci pada produk PT Rohde and Schwarz.
PT Melati pun ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan “monitoring satellite” pada 8 September 2016 dengan anggaran total Rp222,43 miliar.
Adami dan Hardy dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved