Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PENGHAPUSAN pasal pidana terkait penodaan agama dalam KUHP, direkomendasikan untuk dihapus.
Pasal tersebut dinilai justru banyak mengekang masyaraat untuk menjalankan kebebasan beragama dan memeluk kepercayaan. Tak hanya itu, dalam cakupan kehidupan sosial lainnya, pasal itu terbukti bisa mengekang kebebasan berkespresi.
Pandangan orang yang mengekspresikan sesuatu dapat dianggap sebagai perbedaan bahkan dinilai menghina atau menyesatkan.
Adalah Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara yang menyodorkan hal tersebut. Ia menyebut bukan kali ini saja pasal 156 KUHP menjerat orang dengan dakwaan penodaan agama, seperti terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Sudah ada beberapa contoh kasus seperti sastrawan Arswendo Atmowiloto," kata Anggara, dalam diskusi bertajuk Setelah Pilkada Usai: Menimbang Kasus Ahok yang berlangsung di kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Jakarta, Kamis (4/5).
Terlebih lagi dalam proses peradilan, pengadilan tak memiliki dasar yang tetap dan independen. Dasar tuntutan dan vonis hanya menggunakan opini dari organisasi keagamaan arus utama.
Pengadilan pun dianggap gagal menetapkan batas kapan pernyataan dapat dikategorikan sebagai penodaan atau permusuhan terhadap agama tertentu. Seringkali pula jika dakwaan penodaan agama gagal diterapkan, dakwaan menggunakan pasal lain. Hal ini membuktikan pasal itu tak memiliki arah yang jelas.
"Sampai kini belum ada kejelasan. Pasal itu pun dibuat tanpa tujuan yang jelas. Praktik pengadilan pun masih baur. Ini konsekuensi delik pasal itu begitu lentur mampu menjerat siapa saja, kapan saja, dalam kondisi apapun," ujarnya.
Sementara itu, segelintir orang tetap meyakini bahwa kasus dugaan penodaan agama yang menerpa Ahok hanya buah dari pusaran politik semata. Mereka yang merupakan sejumlah alumnus Universitas Harvard pun mengajukan petisi untuk mendukung vonis bebas Ahok dari seluruh dakwaan.
Terlebih lagi dalam tuntutan, jaksa mengakui pasal 156 tidak bisa diterapkan sehingga Ahok tidak terbukti menodai agama. Petisi ini pun dimuat dalam laman www.ahoktidakmenistaagama.com.
"Kasus Ahok ini melampaui persoalan pilkada. Sebagai jurnalis kami berpegang teguh pada veritas (kebenaran)," imbuh pencetus petisi pembebasan Ahok yang juga alumnus Universitas Harvard, Bambang Harymurti dalam kesempatan yang sama.
Mantan pemimpin redaksi Majalah Tempo ini mengatakan banyak supremasi hukum yang diterabas dalam kasus ini.
Bambang menyayangkan berkembangnya tafsir keagamaan yang makin radikal. Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir akses ke situs-situs bermuatan tafsir yang progresif.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Rumadi, dan novelis perempuan Okky Madasari.
Menurut Okky, sebelum kasus Ahok sudah ada preseden jauh sebelumnya. "Pada 1968 majalah sastra Horison didemo hanya gara-gara cerpen, lalu kasus Arswendo. Sebagai penulis fiksi saya bisa merasakan situasi yang sama," tutur Okky.
Novel Okky pun pernah ditarik penerbit besar karena menyinggung FPI. Hal ini juga membuktikan kebebasan berekspresi tidak dilindungi jika menyangkut organisasi massa besar. Pemerintah pun disebutnya seolah tak berdaya.
Rumadi menyebut, pasal tentang penistaan agama pernah uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Namun, gugatan ditolak. Hal yang lebih menyulitkan menurutnya, bukan hanya gugatan ditolak, MK seolah menguatkan pasal tersebut dengan menambahkan tafsirnya ke perlindungan umat beragama
Ia menambahkan, riset Wahid Institute menunjukkan selalu ada keterlibatan massa dalam kasus-kasus penistaan agama. "Pasal-pasal itu bicara tentang perasaan, siapa memobilisasi akan menguasai ruang publik," paparnya
Sekjen PSI Raja Juli Antoni menilai aroma politik sangat kencang dalam kasus Ahok. "Masih ada yang belum move on, tidak puas kalau Ahok tidak dipenjarakan, padahal proses elektoral lalu adalah pertarungan untuk memilih pelayan publik. Bagi PSI, ini lebih dari soal Ahok, tetapi tentang demokrasi dan kebebasan berekspresi," ujar Toni. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved