Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BEKAS Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik taipan Sjamsul Nursalim.
"(Atas tindakan itu) diduga telah terjadi kerugian negara sekurangnya Rp3,7 triliun," kata Komisioner KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (25/4).
BDNI merupakan salah satu bank berlikuiditas terganggu karena dampak krisis ekonomi 1998. BDNI pun mengajukan pinjaman lewat skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Namun dalam perjalanannya, BDNI menjadi salah satu kreditor yang menunggak. Pada saat yang bersamaan, pemerintah mengeluarkan kebijakan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang lebih ringan dengan dasar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002.
Berdasarkan Inpres tersebut, bank yang menjadi obligor BLBI bisa dinyatakan lunas hutangnya jika membayar lewat 30% uang tunai dan menyerahkan aset senilai 70% dari nilai hutang.
Syafruddin yang telah menjabat sebagai Ketua BPPN sejak April 2002, mengusulkan ke Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) agar SKL BDNI disetujui pada Mei 2002.
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI jadi rekstruturisasi aset sebesar 4,8 triliun. Hasil restrukturidasi adalah 1,1 triliun dinilai dapat dipenuhi dan ditagihkan ke petani tambak yang memiliki hutang ke BDNI.
Namun senilai Rp3,7 triliun hutang tidak dibahas dalam proses restrukturisasi. Sehingga ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih.
"Namun pada April 2004 tersangka SAT selaku ketua BPPN mengeluarkan surat pememenuhan kewajiban pemegang saham terhadap Sjamsul Nursalim," terang Basaria.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian negara atas kebijakan yang dikeluarkan Syafruddin sekurang-sekurangnya merugikan negara hingga Rp3,7 triliun. Syafruddin diduga telah menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dalam kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved