PEMERINTAH melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah resmi mencabut pengakuan terhadap kepengurusan DPP Partai Golkar yang diketuai Agung Laksono dengan alasan melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menuturkan musyawarah nasional menjadi jalan untuk mengakhiri perseturuan di tubuh Golkar. Namun, menurut Wapres, pelaksanaan munas perlu persiapan, yang dapat dilakukan kepengurusan DPP Golkar hasil munas Riau 2009 lalu. Artinya, perlu perpanjangan kepengurusan melalui rapat pimpinan nasional menggunakan kepengurusan hasil Munas Riau, sebab kepengurusan hasil Munas Bali dan Ancol tidak lagi diakui.
"Tapi (ada) batasnya, perlu diperpanjang hanya batas sementara saja, tidak perlu permanen. Untuk mengantarkan ke munas saja," kata dia seperti dilaporkan Metrotvnews.com di Istana Kepresidenan, Yogyakarta, kemarin. Namun, usul JK itu ditentang Ketua DPP PG Bidang Hukum dan HAM hasil Munas Ancol Lawrence Siburian. "Saya mengerti maksud Pak JK, tapi usul itu sangat keliru," kata Lawrence. Menurut Lawrence, JK hendaknya mendorong percepatan munas bersama oleh mahkamah partai, bukan memperpanjang kepengurusan hasil Munas Riau sebab saat ini terjadi kekosongan di tubuh Golkar. "Karena Munas Riau berakhir, Munas Bali tidak diakui, dan Ancol SK-nya dicabut," ungkap dia.
Pada Rabu (30/12) lalu, Menkum dan HAM Yasonna H Laoly mencabut SK kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol yang diketuai Agung Laksono. Pencabutan itu didasarkan pada putusan MA atas putusan Pengadilan TUN yang meminta membatalkan SK Ancol, tidak meminta mengesahkan kepengurusan hasil DPP Golkar hasil Munas Bali.
PPP belum dicabut Untuk kepengurusan DPP PPP, Menteri Hukum dan HAM masih mengakui DPP PPP hasil Mukhtamar Surabaya dengan Ketua Umum Romahurmuziy. "PPP belum dicabut SK-nya," tukas Yasonna. Dalam surat balasan Kementerian Hukum dan HAM melalui Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) bernomor AHU.4.AH.11.01-53 kepada PPP versi Muktamar Jakarta, Kemenkum dan HAM belum memberikan keputusan apa pun terkait dengan kepengurusan PPP yang sah.
Justru Menkum dan HAM meragukan keabsahan karena diduga terjadi pemalsuan dokumen persyaratan Muktamar VIII PPP yang dilaksanakan pada 30 Oktober-2 November 2014 di Jakarta oleh kubu Djan Faridz. Sekjen PPP versi Munas Jakarta Dimyati Natakusumah menyatakan siap mengklarifikasinya secara langsung kepada Direktur Tata Negara Kemenkum dan HAM pada 4 Januari. Soal akta notaris, ia menyebut akta notaris yang sah ialah di hadapan Teddy Anwar sesuai dengan putusan MA.
Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya Muhammad Romahurmuziy menyatakan surat balasan Menkum dan HAM merupakan jawaban bahwa kepengurusan PPP versi Muktamar Jakarta tidak bisa disahkan. Dengan demikian, kata Romy, surat itu menandakan Menkum dan HAM Yasonna Laoly akan mematuhi putusan kasasi MA dengan mencabut SK kepengurusan pihaknya dan mengembalikan kepengurusan PPP sesuai hasil Muktamar Bandung tempat dirinya menjadi sekjen. (Cah/AT/P-4)