Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
EPIDEMI korupsi kita sudah stadium akut. Menjalar ke berbagai lapisan sosial. Tak terkecuali kaum muda. Sejak 2003 hingga akhir 2016, KPK mencatat 71 anak muda dengan rentang usia 31 hingga 40 tahun diproses hukum karena korupsi.
Data tersebut menjadi alarm keras bahwa masa depan bangsa ini cukup mengkhawatirkan. Anak muda yang seharusnya menjadi aktor perubahan justru terpapar perilaku koruptif. Perlu langkah penyelamatan yang melibatkan berbagai komponen bangsa sehingga perahu bernama Indonesia tak oleng dihantam badai korupsi.
Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati setiap 9 Desember mengajak masyarakat dunia untuk memerangi kejahatan luar biasa itu. Di Indonesia, di bawah pelopor KPK, peringatan hari antikorupsi mengajak bergerak dalam tema besar: Bersama melawan korupsi mewujudkan Indonesia Maju. Tema ini sekaligus menegaskan bahwa tugas pemberantasan korupsi tidak hanya diemban KPK, tapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat.
Makin kalap
Silakan disimak sepak terjang elite kita yang kian hari makin kalap. Urusan berbau akhirat saja nekat dijadikan bancakan. Proyek pengadaan kitab suci Alquran dan dana haji, contohnya.
Memang tak ada dikotomi wilayah korupsi. Mau korupsi urusan pemerintahan, yudisial, politik, ataupun agama, semuanya dikualifikasikan perbuatan nista. Hanya melihat peta perkembangan korupsi yang menjebol wilayah akhirat, kita bisa beranggapan betapa sifat rakus elite kita sudah melampaui batas.
Celakanya, sifat rakus kaum elite tersebut memperoleh dukungan dari sebagian kalangan. Berbagai gempuran untuk melemahkan KPK tak pernah surut. Mulai permainan politik legislasi memandulkan peran KPK, rekrutmen penyidik, pelucutan OTT sebagai senjata pamungkas KPK, hingga politisasi kewenangan pengawasan. Artinya, tugas kita tidak hanya memberantas perilaku koruptif itu sendiri, tapi juga melawan skenario serangan balik melumpuhkan semangat pemberantasan korupsi.
Para elite mestinya berpikir jernih atas nasib bangsa ini. Meski bangsa kita tak lagi dijajah secara fisik, pembiakan korupsi sudah menjajah berbagai urusan pemerintahan. Dalam satu adegan potret perilaku koruptif, masyarakat berkali-kali mengernyitkan dahi pertanda rasa tak percaya dan sedih.
Terkait kasus jual-beli status opini, misalnya, untuk memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), kementerian/lembaga menyuap auditor BPK. Padahal idealnya, untuk memperoleh status wajar tanpa pengecualian harus memenuhi beberapa kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.
Karena itu, menjadi ironis ketika urusan penting soal penetapan indikator kewajaran pengelolaan keuangan negara, yang seharusnya berpedoman pada kriteria tertentu justru jadi ladang bisnis memperkaya diri. Padahal, opini WTP menjadi pernyataan profesional yang disematkan BPK dan muaranya dapat memengaruhi performa keuangan. Hasil audit dari BPK menjadi referensi utama bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait pengelolaan anggaran negara.
Pembiakan korupsi
Secara umum, potret pembiakan korupsi bisa dilihat dari sudut tiga dimensi, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sepanjang 2018, misalnya, KPK mencatat rekor penanganan korupsi berupa tindakan penyuapan sebanyak 152 perkara. Mirisnya, 91 perkara di antaranya melibatkan anggota legislati di pusat maupun daerah.
Di lingkungan eksekutif, selama 2018 KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak 30 kepala daerah dengan beraneka modus. Seolah tak mau kalah di lembaga yudikatif juga menyumbang noktah hitam memperkaya diri dengan menerima suap. Menurut catatan ICW, dalam periode Maret 2012 hingga November 2018, terdapat 18 hakim dan 10 aparat pengadilan yang dicokok KPK.
Menyaksikan kondisi tiga cabang kekuasaan negara yang belum bersih dari perilaku koruptif tersebut, tentu memerlukan langkah bersama dari berbagai unsur. Memberantas korupsi bukan hanya tugas KPK, melainkan darma bagi semua elemen bangsa. Semua harus melakukan taubat nasional dan menyadari bahwa korupsi merupakan penjajahan yang harus segera dihapuskan. Memeranginya ialah jihad di jalan Tuhan.
Persoalannya saat ini, logika masyarakat tengah berupaya dijungkirbalikkan sebagian elite. Kerja KPK dalam urusan OTT, misalnya, disebut tidak efektif dan terkesan pencitraan. Padahal, OTT oleh KPK terbukti berhasil menyelamatkan uang negara dari garong berdasi.
OTT secara psikologis juga memberikan efek rasa takut bagi pejabat lain untuk korupsi. Namun, anehnya logika tersebut terus didengungkan ke masyarakat dengan maksud agar KPK kendor dan kehabisan dukungan. Karena itu, upaya membangun opini publik yang kontraproduktif dengan langkah pemberantasan korupsi tersebut jangan sampai meracuni akal sehat kita.
Mengentaskan tiga cabang kekuasaan negara dari labirin korupsi harus dimulai dari proses penegakan hukum yang serius dan menjerakan. Vonis rendah sah dan tidak melawan hukum, sepanjang penjatuhan vonis tersebut berpegang pada prinsip keadilan, imparsialitas, dan kejujuran dalam mengadili perkara. Karenanya, semua pihak wajib menghormati putusan hakim. Namun, pada saat bersamaan hakim tetap dituntut membangun sensitivitas dalam melihat korupsi sebagai persoalan utama bangsa.
Karena itu, putusan yang dijatuhkan mampu memenuhi dahaga keadilan masyarakat sebagai korban utama korupsi. Artinya, keseriusan hakim melihat kegentingan korupsi sebagai penyakit luar biasa yang harus diberantas akan berbanding lurus dengan judicial activism yang terpatri dalam setiap pertimbangan putusannya.
Selain melalui kanal penindakan, perang melawan korupsi juga harus dilakukan melalui desain pencegahan. Salah satunya dengan mendesain
Diketahui BPJS Ketenagakerjaan telah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2016.
Memerangi korupsi, menurut Mentan Andi Amran Sulaiman, dinilai penting karena saat ini Kementan tengah fokus pada capaian swasembada.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa korupsi adalah masih menjadi tantangan dan menghasilkan masalah pembangunan sehingga diperlukan evaluasi total.
Presiden Jokowi mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal sebagai regulasi pemberantasan korupsi.
Nawawi Pomolango mengatakan diperlukan sinergi semua elemen bangsa untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi di semua sektor.
Wakil ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan peringatan Hakordia tahun ini diadakan di Senayan Hari ini, dengan mengusung tema 'Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved