Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BERDASARKAN hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), saat ini hulu daerah aliran sungai (DAS) Citarum tercemar paracetamol dan amoxilin, BRIN mendeteksi adanya kontaminasi bahan aktif obat atau APIs.
Menanggapi tercemarnya DAS Citarum ini, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Ir Sigit Reliantoro mengatakan penemuan kandungan paracetamol dan amoxilin masih kecil kadarnya. Namun KLHK akan langsung turun tangan dan menelusuri dampak dari laporan tersebut.
"Sebetulnya penemuan itu masih kecil sekali, istilahnya nano, tapi itu jadi new emergency pollution. Memang di beberapa negara, belum ada baku mutunya, tapi tetap juga harus jadi konsen. Kita kerjakan sekarang, siapkan sciencetific evidence, kira-kira dampak terhadap lingkungan, terhadap biota dan manusia sehingga bisa batasi," jelas Sigit usai meresmikan Ekoriparian Leuwi Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, Sumedang, Selasa (9/7).
Baca juga : Citarum Terkontaminasi Paracetamol, Pemprov Jabar Segera Tindaklanjuti
Disinggung terkait sumber kandungan paracetamol dan amoxilin yang masuk ke dalam aliran DAS Citarum, KLHK masih memerlukan penelurusan lebih lanjut. Sumbernya masih perlu dipelajari, karena mungkin kalau pestisida. Kalau yang dari farmasi sebetulnya mungkin budaya masyarakat pemakaian obat-obatan umum. Itu kan tidak mengikuti kaidah yang bagus, sehingg banyak sekali over consumption untuk obat-obatan.
"Kemudian sistem kita tidak sepenuhnya bisa menjaring, mungkin langsung membuang ke sana dan juga mungkin waktu kita buang obat-obatan kadaluarsa juga tidak dibuang ke tempat yang semestinya. Kalau dilihat dari IPAL-nya, kita sedang mempelajari bagaimana mengintegrasikan parameter itu, sebagai parameter yang harus diatur dan diawasi," tuturnya.
Sebelumnya, Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rosetyati Retno Utami mengatakan, penelitian dilakukan dengan penghitungan banyak aspek, mulai dari konsentrasi bahan aktif obat yang diminum, frekuensi obat, jumlah obat yang dikonsumsi, dan berapa lama masa sakit responden dalam setahun.
Baca juga : Dua Jenazah Perempuan Misterius Ditemukan di Sungai Citarum
"Kemudian kami akan mengestimasi seberapa banyak dari rata-rata penggunaan itu, dengan ekstrapolasi terhadap jumlah penduduk di suatu DAS. Hasilnya untuk bahan kimia aktif dapat dilihat bahwa ternyata paracetamol dan amoxilin menjadi APIs dengan penggunaan paling besar di DAS Citarum Hulu," bebernya.
Menurut Rosetyati, penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu ternyata relatif besar, dengan penggunaan Paracetamol di posisi tertinggi dengan jumlah 460 ton per tahun dan amoxilin 335 ton per tahun. Sumber-sumber kontaminasi bahan aktif obat yang mungkin masuk ke dalam Sungai Citarum bisa teridentifikasi dari banyak hal.
"Mulai dari kegiatan peternakan yang dinilai banyak menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil peternakan, penggunaan obat rumah tangga dan industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang mungkin terdapat kebocoran, sehingga mengakibatkan
masuknya obat ke ekosistem akuatik," imbuhnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved