Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ALIANSI Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sekian lama tertunda. RUU Masyarakat Adat merupakan salah satu janji Presiden Joko Widodo yang belum ditepati.
Hal ini disampaikan dalam keterangan pers yang digelar di Rumah AMAN Kalsel di Banjarbaru, Sabtu, (2/3). "RUU Masyarakat Adat merupakan salah satu janji Presiden Joko Widodo yang belum ditepati. Padahal RUU tersebut sangat penting untuk memberikan perlindungan hukum dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat yang seringkali menjadi korban perampasan wilayah dan kriminalisasi," tegas Ketua AMAN Kalsel, Rubi.
AMAN Kalsel menuntut pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat, karena menyangkut nasib dan hidup masyarakat adat. "Jika tidak, maka presiden telah menghianati, ingkar janji, dan melakukan pembohongan publik kepada Masyarakat Adat se-Nusantara," tambah Rubi.
Baca juga : Wilmar Gandeng Masyarakat Jaga Kawasan Konservasi
Berdasarkan data AMAN, ada sebanyak 301 kasus perampasan wilayah seluas 8,5 juta hektare dan 672 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di seluruh Indonesia. Di Kalimantan Selatan, ada beberapa kasus menonjol, seperti PT Filsart yang beroperasi di Komunitas Masyarakat Adat Manggajaya di Desa Aing Bantai Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Kemudian kasus Jalan Trans Kalimantan, Satui 171 Kabupaten Tanah Bumbu yang rusak karena di Tambang PT Arutmin Indonesia. Berdasarkan Peta Situasi Tutupan Hutan Provinsi Kalsel dan Forest Wacth Indonesia (FWI) terjadi tumpang tindih lahan 172.457 <172457> ha, HPH 21.240 <21240> ha, HTI 186.698 <186698> ha. HHBK-SILVOPASTURA-PEMULIHAN LINGKUNGAN-KARBON-WISATA ALAM 1. 239 ha, Kebun 209.193 <209193> ha, Tambang 181.589 <181589> ha, HKM 3.463, HD 30. 572 <30572>, HTR 856 Ha, dan PBPH HP 88.052 <88052> dan belum ada Hutan Adat satu pun di tetapkan di Kasel.
"Kasus-kasus ini menunjukkan betapa rentannya masyarakat adat terhadap ancaman dan pelanggaran hak-haknya. Kami membutuhkan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi kami dari segala bentuk pembangunan atau investasi yang mengancam ruang hidup kami," tambah Rubi. (N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved