Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Konsultasi Hukum di Antara Seruput Kopi

Abdillah Marzuqi
21/1/2019 15:30
Konsultasi Hukum di Antara Seruput Kopi
(MI/Bary F)

DI ANTARA beberapa orang yang mengunjungi kedai Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pagi itu adalah Sunardi. Ia bukan sekadar mampir sebelum menuju tempat kerja, melainkan sengaja datang dari Palu, Sulawesi Tengah.

Sunardi bukan pula hanya ingin mencari kenikmatan kopi. "Saya datang ke sini untuk konsultasi hukum," ujarnya, Kamis (17/1). Ia mengaku sebagai Ketua Perjuangan Pemutihan Hutang bagi sekitar 25.000-30.000 orang debitur yang juga korban gempa di Kota Batu, Kab. Sigi, Kab. Donggala, dan Kab. Parigi Moutong.  

Tidak tanggung-tanggung, sosok yang ia ingin mintai nasihat adalah Hotman Paris. Sang pengacara kondang dikenal sebagai pelanggan setia karena letak kedai yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sembari sarapan, yang hampir setiap hari dilakukan di Kopi Johny, Hotman terbuka menerima orang mau berkonsultasi hukum dengannya.

Bahkan Hotman pula yang membuat kedai kopi sekaligus kebiasannya itu jadi viral, karena ia menggunggah soal kegiatan yang disebut sebagai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jalanan itu lewat Instagramnya.

Tidak hanya orang yang sedang berperkara, mereka yang ingin belajar soal hukum juga ikut membuat Kopi Johny ramai. Hal itu pula yang diakui Fredy, pengunjung lain di pagi itu. Sayang, Sunardi dan Fredy gagal memenuhi tujuan karena Hotman tidak juga terlihat.

Kopi Johny adalah salah satu gambaran keragaman interaksi sosial yang ada di kedai kopi ibukota. Bukan sekadar tentang cita rasa, kedai kopi diburu juga karena berbagai kebutuhan yang menyertainya. Bagi Johny Poluan, sang pemilik kedai, para 'pemburu' Hotman itu tidak jadi soal. Bagaimanpun kedai kopi yang ia dirikan pada 3 Juni 2009 dengan nama awal Kwang Koan, itu memang ikut kecipratan rezeki. Begitu pula dengan penjual nasi bakar, nasi goreng, hingga bakso di tempat yang bergaya pujasera itu.

Kehadiran Hotman juga tidak membuatnya jadi rendah diri soal daya tarik kopinya sendiri. Johny tetap bangga dan menjaga kualitas kopi sajiannya.

Di sisi lain, Johny mengaku mengerti misi Hotman untuk membantu kalangan menengah bawah. Sebab dengan banderol harga kopi yang berkisar Rp12 ribu, para pengunjung kedai tersebut banyak yang bukan kalangan berpunya.

Tradisional
Hingga kini Johny mempertahankan cara pembuatan kopi yang tradisional. Kopi sajiannya dimasak di ceret jumbo di atas perapian. Johny punya alasan sehingga bubuk kopi tidak diseduh di masing-masing gelas sajian.

"Digodok sekalian untuk memastikan suhu 80 derajat (celcius). Suhu itu bisa mengeluarkan rasa kopi," tutur Johny yang terlihat akrab dengan para pelanggan. Tidak hanya menyajikan kopi hitam, Kopi Johny juga menyajikan kopi susu.

Di kedai itu terlihat pula pelanggan yang sudah akan mendapat kopi tanpa perlu mengungkapkan pesanan. Barista di kedai tersebut tampak sudah begitu hafal dengan selera pelanggannya. Johny bertutur, banyaknya pelanggan setia membuat ia dan anak buah telah hafal pesanan mereka. Bahkan nama pelanggan pun sudah dihafal.

Awalnya Johny menyediakan kopi dari beberapa daerah seperti Lampung, Bali, dan Toraja. Namun dalam perjalannya, konsumen lebih memilih kopi Toraja. Itulah yang membuatnya kini hanya berkutat dengan satu jenis kopi. "Karena saya tidak mau ada variasi. Supaya orang tahu, khas kopi saya," tegas Johny yang sejak dua tahun lalu telah memiliki cabang di Mangga Besar dan Sunter. Ia kini tengah mempersiapkan pembukaan cabang kelima.

Belajar
Gaya hidup 'ngopi' dengan berbagai interaksinya juga disadari oleh Adrian Maulana, Pendiri Indonesia 90+ Project, sebuah lembaga yang mengutamakan program peningkatan mutu kopi secara komprehensif berbasis kolaborasi. Ia menilai sebagai hal lumrah. Sementara soal ragamnya jenis kopi yang diangkat kedai dan kafe, termasuk kopi susu dengan berbagai varian rasa, Adrian menilai kopi layaknya juga fesyen yang memiliki pergantian tren.

"Sempat tren kopi sachet, lalu single origin, dan rantainya kembali ke sachet dengan berbagai modifikasi dan peningkatan kualitas. Tidak masalah kopi sachet atau bukan, semua tidak kehilangan konsumennya,"ujar Adrian.

Meski begitu Adrian juga menilai jika penikmat kopi di Tanah Air masih banyak yang dalam tahap belajar minum kopi. Adrian menyarankan para penikmat kopi juga belajar mengenal daerah penghasil kopi. Cara itu bisa meningkatkan apresiasi masyarakat pada kopi nusantara.

Adrian menyayangkan, banyaknya orang yang masih dalam tahap belajar lalu malah bersikap seperti 'pendekar'. Saat datang ke kedai kopi, mereka mendikte dan mudah menyalahkan para barista. Lalu mereka juga mudah menyiarkan kabar tidak bagus. Hal ini tidak semestinya karena dapat memukul UMKM kedai kopi yang menstinya bisa tumbuh dengan tren ngopi ini. Selain itu, kopi sebenarnya selayaknya seni, yang sulit diatur dengan standar. Sangat banyak faktor supaya kopi enak dinikmati. (M-1/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anwar Surachman
Berita Lainnya