Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Positivity Rate 8%, Jakarta masih Kritis

Hilda Julaika
08/12/2020 02:40
Positivity Rate 8%, Jakarta masih Kritis
Seorang warga yang mengenakan masker duduk di trotoar jalan MH Thamrin Jakarta.(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

PERNYATAAN Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahwa perkembangan covid-19 di Jakarta masih terkendali pada saat mengumumkan perpanjangan PSBB transisi dikritik epidemiolog Dicky Budiman.

Menurut Dicky, kondisi penyebaran covid-19 di Ibu Kota masih kritis bila melihat positivity rate-nya di kisaran 8%.

Positivity rate-nya masih jauh dari 5%, angka aman yang bisa menyatakan penyebaran covid-19 terkendali.

“Walau sudah di bawah 10%, posisi itu sebenarnya tinggi. Artinya covid-19 di Jakarta itu kritis, bukan masih terkendali,” ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Berdasarkan angka positivity rate tersebut, lanjut Dicky, masih ada potensi pemburukan situasi covid- 19 di Jakarta.

Hal itu harus dijawab dengan peningkatan testing dan tracing oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Untuk tracing (pelacakan kontak) harus ditingkatkan lagi. Data terakhir, Jakarta baru bisa melacak kontak kasus covid-19 1:8. Padahal idealnya harus bisa menyentuh angka 1:25,” tambah lulusan Griffith University, Australia, itu.

Ia mengatakan tanpa meningkatkan tracing, pemburukan kondisi covid-19 di Jakarta akan terjadi.

“Saat ini saja angka kematian masih tinggi, angka hunian di rumah sakit juga tinggi. Itu artinya masih banyak kasus yang lolos. Harus di perbaiki dengan peningkatan fasilitas dan pembatasan yang lebih ketat,” pungkasnya.

Secara terpisah, anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak, menilai Jakarta sudah seharusnya menerapkan PSBB total.

Pasalnya, tren kasus covid-19 naik terus-menerus. Ditambah lagi dengan lahan permakaman khusus jenazah covid-19 yang semakin sempit, yang dikhawatirkan tak mampu lagi menampung jenazah bila terjadi peningkatan jumlah kematian.

Selain itu, lanjut Gilbert, faktor kelelahan dari tenaga kesehatan di DKI menjadi pertimbangan. Mereka sudah berjuang selama 10 bulan.

Pada Desember ini juga mereka dihadapkan pada libur akhir tahun yang rawan kerumunan.

“Mengingat kecenderungan tersebut, sudah sepatutnya PSBB dengan pengawasan ketat dilakukan lagi karena di akhir tahun ada libur dan kebiasaan masyarakat yang ingin menikmati akhir tahun dengan liburan dan kumpul-kumpul,” tambahnya.

Pasalnya, ketika ada kerumunan yang tidak menerapkan protokol kesehatan amat mungkin terjadi kenaikan kasus covid-19.

“Tanpa pengawasan ketat, sangat mungkin kasus ini naik lagi dengan segala dampaknya,” tukasnya. (Hld/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya