Penembakan Dallas Ungkit Isu Rasial

Ribuan demonstran turun ke jalan di kota-kota Amerika Serikat, Jumat (8/7) waktu setempat, menyusul penembakan oleh seorang ekstremis kulit hitam terhadap lima polisi di Dallas.

Penembakan Kamis (7/7) itu terjadi saat aksi damai menentang kebrutalan polisi yang menewaskan dua pria kulit hitam, Philando Castile di Minnesota dan Alton Sterling di Louisiana sehari sebelumnya.

Penembakan itu menewaskan lima polisi serta melukai tujuh polisi dan dua warga sipil. Dalam penyelidikannya, polisi menemukan bahan pembuat bom dan senjata di rumah pelaku, Micah Johnson, 25.

Untuk sementara, Gedung Putih mengesampingkan hubungan antara pelaku dengan ‘organisasi teroris’. Namun, halaman Facebook veteran militer itu menunjukkan hubungannya dengan gerakan-gerakan radikal.

Menurut pengakuannya sebelum ditembak mati, Johnson mengaku bertindak sendiri. Aksinya itu merupakan pembalasan atas penembakan dua warga kulit hitam.

Insiden tersebut memicu kembali masalah penggunaan senjata oleh polisi dan dugaan bias polisi terhadap ras minoritas, khususnya warga kulit hitam.

Para pemimpin gerakan Black Lives Matters, sebuah gerakan masyarakat sipil yang memprotes kekerasan terhadap warga kulit hitam mengutuk keras atas terjadinya kekerasan di Dallas. Mereka melakukan aksi damai untuk menunjukkan solidaritas dan keberpihakan mereka.

Massa turun ke jalan di kota-kota AS termasuk Houston, New Orleans, Detroit, Baltimore, dan San Francisco. Salah satu aksi protes yang terbesar adalah di Atlanta. Para pengunjuk rasa memblokade jalan utama di kota tersebut.

Menyusul insiden itu, Presiden Barack Obama yang tengah meng-ikuti pertemuan puncak NATO di Warsawa, Polandia, mempersingkat perjalanannya sehari lebih cepat dan segera mengunjungi Dallas, pekan depan. (AFP/Ths/I-2)