Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ratusan Orang Hilang Usai Kebakaran di Kamp Rohingya

Atikah Ishmah Winahyu
24/3/2021 14:31
Ratusan Orang Hilang Usai Kebakaran di Kamp Rohingya
Suasana sebelum terjadi kebakaran di kamp Balukhali, Bangladesh, tampak pengungsi etnik Rohingya berbelanja.( MUNIR UZ ZAMAN / AFP)

RATUSAN orang hilang dan sekitar 15 orang dipastikan tewas, termasuk tiga anak, setelah kebakaran melanda kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Korban diperparah oleh pagar kawat berduri yang mengurung para pengungsi di daerah-daerah kamp Balukhali yang terbakar.

"Peristiwa tragis ini bisa jadi tidak begitu berbahaya jika pagar kawat berduri tidak dipasang di sekitar kamp," kata sekretaris jenderal Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) Jan Egeland.

"Staf NRC telah mendengar laporan mengerikan dari para pengungsi tentang perjuangan mereka untuk memotong pagar kawat guna menyelamatkan keluarga mereka, melarikan diri dari api dan mencapai tempat yang aman,” imbuhnya.

Penduduk kamp menangis ketika mencari orang yang dicintai atau mencoba menyelamatkan harta benda yang tersisa dalam puing-puing rumah mereka yang hangus.

“Kemarin sebelum kebakaran, anak-anak saya belajar di sekolah muslim. Saya tidak melihat mereka setelah mereka kembali. Saya menemukan dua anak saya yang lebih tua tetapi saya masih tidak dapat menemukan putra bungsu saya,” kata Shappuni, seorang pengungsi Rohingya.

Sekitar setengah dari pengungsi di kamp adalah anak-anak, yang sangat berisiko setelah kebakaran, termasuk beberapa yang terluka dan terpisah dari keluarga mereka. Rumah sakit dan sekolah termasuk di antara bangunan yang terbakar.

Kebakaran terjadi secara teratur di kamp-kamp pengungsi, termasuk satu di bulan Januari yang menghancurkan ratusan rumah, tetapi tidak sebesar skala kebakaran Senin (22/3) lalu.

“Ini sangat besar, sangat menghancurkan,” kata Johannes van der Klaauw dari UNHCR dalam pengarahan di Jenewa, Swiss.

“Masih ada 400 orang yang belum ditemukan, mungkin di suatu tempat di reruntuhan,” imbuhnya.

Kamp-kamp di daerah sekitar kota selatan Cox's Bazar saat ini menampung hampir 900.000 pengungsi Rohingya, yang sebagian besar telah tiba sejak 2017, melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar terhadap kelompok minoritas Muslim.

Api telah membuat mereka kerugian dua kali lipat.

“Orang-orang ini telah mengungsi dua kali. Bagi banyak orang tidak ada yang tersisa,” kata kepala Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Bangladesh Sanjeev Kafley. “Puluhan ribu orang terlantar lagi,” imbuhnya.

Lebih dari seribu staf Palang Merah dan relawan telah bekerja dengan layanan pemadam kebakaran untuk memadamkan kobaran api, yang tersebar di empat bagian kamp yang menampung sekitar 124.000 orang.

“Semuanya telah pergi. Ribuan orang tanpa rumah,” kata seorang pengungsi Rohingya dari kamp Balukhali Aman Ullah.

"Api dapat dikendalikan setelah enam jam, tetapi beberapa bagian kamp terlihat berasap sepanjang malam,” imbuhnya.

Pejabat tinggi pemerintah di Ukhiya Nizam Uddin Ahmed mengatakan, setidaknya tiga dari korban tewas adalah anak-anak dan pencarian korban berlanjut.

“Penyebab kebakaran belum diketahui. Pihak berwenang sedang menyelidiki," kata pejabat senior polisi Zakir Hossain Khan.

Pembangunan kembali perlu dilakukan dengan cepat sebelum musim hujan, antara bulan Juni dan Oktober, karena angin topan dan hujan lebat sering menyebabkan banjir. UNHCR meminta lebih banyak dana. Permohonan 2021 untuk dukungan Rohingya hanya mencapai 16% dari target hampir US$300 juta.

Bangladesh sangat ingin mulai mengirim para pengungsi kembali ke Myanmar, yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Tetapi beberapa upaya repatriasi di bawah kesepakatan bersama telah gagal karena Rohingya menolak untuk pergi, khawatir akan lebih banyak kekerasan di negara yang menyangkal hak-hak dasar mereka termasuk kewarganegaraan. (Aiw/The Guardian/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya