Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HANYA ada sedikit pembahasan tentang hak asasi manusia (HAM) dalam sorotan dunia internasional terhadap Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un, menjelang pertemuan bersejarah dengan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, hari ini, Selasa (12/6). Padahal selama ini, pemimpin muda itu memerintah rezim totaliternya yang dikenal sebagai salah satu pelanggar HAM terburuk di dunia.
Pada pekan menjelang KTT di Singapura, Trump memuji Kim sebagai sosok yang "sangat terhormat" dan "sangat terbuka" sangat berbeda dari julukan "Little Rocket Man" yang diberikan Trump untuk Kim pada bulan-bulan sebelumnya.
Tidak jelas apakah isu HAM akan berperan dalam pertemuan Trump-Kim. Sebelum berangkat ke Singapura, Trump sempat ditanya apakah ia akan memunculkan isu kamp penjara yang terkenal di Korut.
"Kami akan mengangkat setiap masalah. Setiap masalah akan diangkat," kata Trump.
Tapi awal bulan ini, Trump mengatakan dia tidak akan mengangkat masalah HAM selama pertemuan antara pihak Gedung Putih dengan pembantu Kim, Kim Yong-chol.
Diplomat AS diyakini fokus terutama pada kesepakatan untuk membongkar program rudal nuklir dan balistik Korut. Tetapi banyak aktivis menyatakan kekhawatiran soal nuklir seharusnya tidak membuat kekhawatiran soal hak asasi manusia terabaikan.
"Kami berbicara di sini tentang salah satu pemerintah yang paling represif di dunia, yang telah dikecam PBB dalam melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap rakyatnya sendiri, sehingga mendorong hak asasi manusia dari meja puncak tidak bertanggung jawab atau etis," kata Phil Robertson dari Human Rights Watch.
Robertson mengatakan hak asasi manusia dan masalah nuklir tidak dapat dipisahkan.
"Orang tidak boleh lupa bahwa teknologi nuklir dan rudal Korea Utara dibangun di atas pikulan rakyat Korea Utara, melalui kerja paksa yang merajalela di proyek-proyek infrastruktur. Dan, itu mengurangi makanan mereka karena mengalihkan sumber daya yang langka ke program senjata mahal," kata Robertson.
Trump telah menyebut bahwa hubungan Korut-AS bisa membaik jika KTT Singapura berjalan dengan baik. Dia bahkan telah meningkatkan kemungkinan pertemuan di Gedung Putih dengan Kim.
Namun, menurut analis kebijakan Asia di Heritage Foundation Olivia Enos, keterlibatan semacam itu berisiko memberi Kim legitimasi internasional yang sudah lama diinginkannya.
"Kita harus ingat siapa yang kita hadapi di sini. Kim Jong-un benar-benar orang jahat," kata Enos.
"Saya kira Anda tidak bisa mengatakan bahwa KTT akan berhasil sepenuhnya jika isu-isu lain, termasuk masalah hak asasi manusia, tidak turut diangkat."
Enos dan Robertson yang melakukan perjalanan ke Singapura untuk berbicara dengan media internasional tentang pelanggaran HAM Korut, mengatakan bahwa mungkin perlu mengambil pendekatan bertahap untuk meningkatkan hak asasi manusia Korea Utara.
Langkah pertama, meminta Kim untuk mengizinkan organisasi kemanusiaan internasional--seperti Palang Merah, memiliki akses ke populasi Korut yang paling rentan, seperti di kamp penjara.
Langkah kedua adalah pelepasan anak-anak dan keluarga yang ditahan.
"Para perunding AS dan Presiden Trump sendiri perlu menjelaskan bahwa dia (Kim) tidak dapat dipandang sebagai pemimpin yang terhormat ketika dia terus menyalahgunakan rakyatnya," kata Enos. (voanews/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved