Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DEWAN Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sedang mempetimbangkan sebuah draft resolusi yang berisi tekanan kepada Myanmar untuk mengakhiri siklus kekerasan yang telah membuat setengah juta lebih warga Rohingya mengungsi dari kampung halamannya di Rakhine State, Myanmar.
Rancangan resolusi yang diajukan Inggris dan Prancis itu akan menyeru pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan operasi militer dan memastikan para pengungsi Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh bisa kembali ke Rakhine dengan selamat ke negerinya.
Namun rancangan resolusi setebal enam halaman itu tidak mencantumkan sanksi, namun berisi tuntutan-tuntutan nyata kepada Myanmar. Draft ini juga mendesak Myanmar membuka akses untuk para pekerja kemanusiaan agar diizinkan masuk ke Rakhine untuk melakukan tugas-tugas kemanusiaan.
Draft resolusi yang 'terbilang terlambat' itu juga berisi desakan agar para penyelidik HAM PBB diberi akses ke Rakhine untuk melaporkan tuduhan kekejaman dan menyerukan penunjukkan penasihat khusus PBB untuk Myanmar.
Menurut peneliti dari ASEAN Studies Center (ASC) UGM Yogyakarta, Karina Larasati langkah PBB tersebut cukup positif setelah AS melalui Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mendesak Myanmar untuk tidak keras kepala dan membantu mengakhiri kekerasan di Negara Bagian Rakhine itu. Baca juga: AS Desak Militer Myanmar Akhiri Aksi Kekerasan
Langkah UE dan AS tersebut sedikit membuka jalan buntu peran ASEAN yang tidak berdaya menghadapi kekerasan dan tindakan tidak manusiawi oleh negara anggotanya itu yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
"ASEAN tidak bisa melakukan intervensi terhadap Myanmar dalam kasus kekerasan yang dilakukan terhadap etnis minoritas Rohingya karena ASEAN memang tidak punya kapasitas untuk melakukan intervensi apalagi sampai pemberian sanksi," ujar Karina, Senin (30/10).
Dia menjelaskan, sejatinya ASEAN merupakan wadah untuk membuka forum dengan mengajak para pemimpin negara-negara di kawasan untuk mendiskusikan suatu masalah. Namun forum tersebut biasanya hanya akan memberikan masukan atau saran atas permasalahan yang terjadi, sehingga ASEAN sebagai organisasi tidak bisa ikut campur ke urusan dalam negeri anggotanya.
"Dari tawaran solusi yang didapat, kembali ke keputusan negara yang bersangkutan apakah mau menerima atau tidak, itu hak mereka," pungkas Karina.(Ant/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved