Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pancasila Rujukan Kebangsaan

Dero Iqbal Mahendra
16/8/2019 09:10
Pancasila Rujukan Kebangsaan
Rangkaian Peringatan HUT RI(ANTARA/ANDREAS FITRI ATMOKO)

PANCASILA sebagai suatu paham akan selalu memiliki tafsir dan interpretasi yang dapat terus berkembang. Akan tetapi, tiap kali membentur kebuntuan, penafsiran masih bisa kembali dengan memahami pada sumber awalnya.

Ideologi Pancasila seyogianya selalu menjadi rujukan dalam mengatasi berbagai persoaan kebangsaan dewasa ini, khususnya yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan bangsa.

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengemukakan itu dalam pembukaan Kongres Pancasila XI di Kampus UGM, Yogyakarta, kemarin. Mulyono mengingatkan sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan utuh. “Ketika Soekarno mencentuskan formula Pancasila, persatuan Pancasila sebagai satu kesatuan itu diperkenalkan Notonegoro melalui teorinya tentang hierarki piramida Pancasila.  Untuk mengatakan bahwa sila-sila Pancasila tidak dapat dipahami secara terpisah dan terlepas dari sila-sila lainnya.”

Pancasila menjadi jawaban dari persoalan kebangsaan dewasa ini, terutama terkait dengan munculnya kelompok-kelompok sipil yang merasa lebih superior ketimbang kelompok lainnya.

“Sayangnya pada kehidupan sekarang ini masih terjadi relasi kuasa yang tidak seimbang, sebagian warga negara ada yang merasa superior sebagai kelas pertama, sedangkan sebagian lainnya merasa sebagai warga kelas dua. Ini bertentangan dengan sumber awal kita dalam mendirikan negara, yakni satu untuk semua dan semua untuk satu,” tutur Mulyono.

Ia mencontohkan munculnya organisasi atau masyarakat sipil yang tidak sipil dewasa ini menjadi tantangan bagi masyarakat demokrasi dan Pancasila. Negara akan dipenuhi sikap-sikap penuh kebencian terhadap yang berbeda golongan hingga memecah sendisendi persatuan bangsa yang telah dibangun bersama-sama.  Mulyono khawatir bila fenomena itu dibiarkan nantinya akan menjadi lingkungan tidak sehat dan beracun. Pada gilirannya, bakal menghambat kemajuan dan produktivitas bangsa untuk menuju peradaban yang tinggi.

Untuk mencegah berkembangnya sikap superior atas golongan yang berbeda, Mulyono menegaskan kebebasan mengungkapkan pikiran dan keyakinan harus benar-benar dilindungi dan diberikan saluran. Dengan begitu, ide-ide kreatif juga dapat mengalir bebas dan deras.

“Dalam mengelola perbedaan tidak perlu mencari kunci di rumah tetangga, tetapi kuncinya ialah Pancasila yang ada di rumah kita sendiri,” tutur Mulyono.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengajak merajut persatuan. Untuk mewujudkannya, semua elemen bangsa perlu berpegang teguh kepada cita-cita proklamasi yang menjiwai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila.

“Kesadaran kebinekaan dan taat konstitusi merupakan modal sosial berharga guna membangun peradaban Indonesia yang menyatu dan bermutu,” tutur Sultan.


Ajak merenung

Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono mengatakan Kongres XI Pancasila di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 15-16 Agustus 2019 memiliki posisi, makna, dan momentum yang strategis dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.

“Melalui kongres ini kita diajak kembali melihat, mendengar, dan merenungkan eksistensi kita dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Hariyono dalam makalahnya.

Menurut Hariyono, hal itu sesuai dengan tema kongres, yaitu Aktualisasi Pancasila dalam merajut persatuan bangsa yang pada intinya mengajak semua merenungkan kembali suatu tatanan kehidupan masyarakat yang didambakan Pancasila. Pancasila sejak kelahirannya 1 Juni 1945 dan perumusannya 22
Juni hingga pengesahannya pada 18 Agustus 1945 sudah disepakati sebagai dasar negara dan ideologi serta pandangan hidup bangsa.  Meski begitu, menurut Hariyono, praktik dan pengamalannya belum berjalan maksimal.

“Konsekuensinya jurang antara identitas dan realitas masih besar. Perjuangan untuk mengamalkan dan mengamankan Pancasila perlu digelorakan secara cerdas, terstruktur, sistematis, dan masif sesuai dengan tantangan zaman.”

Oleh karena itu, Pancasila sebagai tujuan negara harus diperjuangkan. Hal itu sesuai dengan pernyataan Bung Karno pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) 1  Juni 1945, bahwa untuk menjadikan Pancasila sebagai suatu realitas perlu suatu perjuangan, perjuangan, dan perjuangan.

“Pancasila sebagai suatu tatanan kehidupan masyarakat yang ideal tidak dapat terwujud tanpa diperjuangkan,” imbuh Hariyono.

Hariyono mengingatkan munculnya Pancasila sejak awal sarat dengan misi merajut persatuan dari keberagaman sesama warga Nusantara untuk menjadi suatu bangsa.

“Dari sini dibahas tentang konsepsi persatuan yang berbasis pada Pancasila dan diakhiri dengan cita-cita pendiri bangsa untuk menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Persatuan digalang untuk membawa kemajuan,” tandasnya. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya