Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KETERHUBUNGAN dan keselarasan (link and match) antara dunia pendidikan vokasi khususnya sekolah menengah kejuruan (SMK) dan industri jadi kunci dalam optimalisasi penyerapan tenaga kerja terampil. Tanpa adanya link and match, lulusan SMK bisa jadi sia-sia menganggur. Industri pun potensial kehilangan peluang dalam penyiapan tenaga kerja jangka panjang.
Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan M Bakrun menegaskan, link and match sebagai pola ideal pendidikan vokasi penting untuk menjadi fokus lembaga pendidikan dan industri. Pengangguran dari lulusan SMK bisa ditekan asalkan ada keterhubungan dengan industri. “Keterhubungan dengan industri menjadi kunci mengatasi pengangguran tenaga kerja terampil dari SMK. Jika tidak terhubung dengan industri, sekolah akan kesulitan menyalurkan lulusan mereka, sedangkan dari sisi industri, keterhubungan itu bisa menjamin penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan standar mereka masingmasing,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/8).
Dia menerangkan, ada empat wilayah kunci yang saat ini dijalankan kementerian untuk mengembangkan link and match SMK dengan industri. Pertama, ialah sisi kuantitas. Pengembangan vokasi SMK kini diarahkan tidak lagi pada banyaknya lulusan SMK semata. Lulusan SMK dari segi kuantitas didorong untuk sesuai dengan kebutuhan industri di wilayah masing-masing.
Kedua, dari segi kualitas, lulusan SMK dipacu guna memenuhi permintaan (demand) industri. Hal itu diberi ruang melalui sinkronisasi kurikulum pembelajaran dengan standar industri. Keleluasaan SMK guna menyesuikan kurikulum ajar tersebut didorong melalui Peraturan Menteri Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 mengenai Standar Nasional Pendidikan SMK/Madrasah Aliyah Kejuruan.
“SMK diberikan keleluasaan untuk membuat kurikulum yang implementatif. Penyelarasan kurikulum dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan atau industri bisa dilakukan,” ucapnya. Ketiga, ialah faktor pergeseran kebutuhan SDM oleh industri. Menurut Bakrun, kebutuhan terhadap beragam pekerjaan terampil dapat berubah-ubah trennya sesuai perkembangan pasar.
Terlebih, saat ini tengah terjadi revolusi industri 4.0 yang juga menggerus sebagian pekerjaan tenaga terampil. Karena itulah, SMK yang ada harus mencermati tren yang berkembang. Sebagai contoh Ia menyebut ada empat kompetensi keahlian baru (jurusan) yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud berdasarkan masukan dunia usaha/dunia industri dan asosiasi profesi yakni Retail, Manajemen logistik, Hotel dan restoran, serta Produksi Film. “Sisi permintaan dari empat sektor tersebut akan tumbuh pesat ke depan sehingga SMK harus menyiapkan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan.
Ritel daring, misalnya, sangat berkembang pesat, serta ritel luring juga masih membutuhkan tenaga terampil. Jasa logistik/pengiriman saat ini juga tumbuh pesat begitu juga dengan pariwisata dan film,” jelasnya. Keempat , ialah faktor geografis. Keberadaan SMK tak boleh mengabaikan potensi wilayah yang dibutuhkan pasar lapangan kerja, diminati masyarakat, dan industri setempat.
Peta jalan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, lulusan SMK menjadi penyumbang tertinggi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo merespons masalah tersebut dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan.
Hal itu untuk membantu SMK menciptakan link and match dan meningkatkan kualitas SMK. Pada bagian lain, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mencatat pengangguran lulusan SMK terus menurun. Pada 2016 tercatat 9,84%, dan pada 2017 angkanya sebesar 9,27%, serta pada 2018 sebesar 8,92%.
Adapun angka partisipasi tenaga kerja yang lulus dari SMK dari waktu ke waktu juga postif, yakni mengalami tren kenaikan. Apabila pada 2015 hanya 10,83 juta orang, jumlahnya meningkat mencapai 13,68 juta orang pada 2018. Bakrun optimistis revitalisasi SMK yang kini mulai menunjukkan dampak positif terhadap pengurangan pengangguran lulusan SMK terus berlanjut.
Apalagi menyusul Instruksi Presiden No 9 Tahun 2016, Kemendikbud sudah menyusun peta jalan pengembangan SMK, dan juga meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha dunia industri (DUDI). Kemudian, melakukan pengembangan dan penyelarasan kurikulum, mendorong inovasi, serta pemenuhan, peningkatan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan, dan terakhir meningkatkan akses sertifi kasi lulusan SMK dan akreditasi SMK.
Bidang garapan revitalisasi SMK pada aspek tersebut akan diterapkan di 5.000 SMK yang menjadi sasaran revitalisasi yang akan fokus pada bidang manufaktur, pariwisata, pertanian, kemaritiman, industri kreatif, dan energi pertambangan. “Hingga saat ini sedikitnya ada 142 kompetensi keahlian yang sudah tersedia skema sertifi kasinya untuk kualifi kasi level II dan III, selain itu kita juka fokus ke pengembangan karakter kerja agar lulusan SMK siap memasuki dunia kerja” pungkas Bakrun.
Tenaga kerja terampil
Optimisme revitalisasi SMK yang mengarah pada pengurangan pengangguran lulusan SMK juga pernah diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy pada Pertemuan Menteri-Menteri Pendidikan ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations Education Ministers Meeting (ASED), di Nay Pyi Taw, Myanmar, Oktober 2018.
“Indonesia yang berpenduduk terbesar keempat di dunia dengan struktur populasi yang relatif muda, berusaha untuk mendapatkan manfaat dengan meningkatkan mutu tenaga kerja terampil lewat pendidikan berkualitas,” kata Muhadjir. Muhadjir mengungkapkan saat ini strategi Indonesia dalam empersiapkan tenaga terampil lulusan SMK yakni beralih pada kebutuhan industri atau demand side. Dengan demikian, penyusunan kurikulum dan peran serta industri sebagai calon pengguna semakin ditingkatkan.
Hal ini berlaku baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. “Karena itu kurikulum 60% ditentukan oleh dunia usaha. Kemudian proses belajar mengajar juga lebih banyak pada praktik-praktik di dunia usaha dan dunia industri. Kami berharap lulusan SMK semakin siap menghadapi dunia profesional di era keterbukaan pasar kerja dan revolusi industri keempat,” pungkas Mendikbud. (Dhk/S5-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved