Mengeksplorasi Suara dan Nada dari Timur

PEMIRSA terlihat kagum dengan nada dari petikan-petikan selo sebagai intro, disusul lantunan lagu yang mengingatkan mereka pada eksotisme kepulauan di Indonesia Timur.

Eksplorasi dari suara, nyanyian, dan nada khas Indonesia Timur itu disuguhkan dalam pertunjukan bertajuk Nyanyi Nusa-Nusa yang digelar di Teater Indonesia Kaya, pada akhir pekan.

Sebagai pembuka, Nyak Ina Raseuki atau biasa disapa Ubiet menyanyikan lagu berjudul Togaltu. Ubiet menjelaskan Togaltu terinspirasi oleh musik Togal yang sering dimainkan di Halmahera Barat, biasanya diiringi dengan alat musik jo (sejenis gambus), tifa, dan biola.

Namun, pada pementasan musik kali ini, itu dibuat agak berbeda. Vokal Ubiet dikolaborasikan dengan nada-nada dari selo yang dimainkan secara apik dan serasi oleh Dimawan Krisnowo Adji.

Dalam pementasan berdurasi 60 menit itu, Ubiet dan Dimawan berhasil memukau penonton. Selain lagu Togaltu, mereka membawakan lagu Landutu dari Manggarai dan Katrejitu dari Halmahera. Katrejitu terdengar hampir mirip dengan musik keroncong di era 1945-an.

"Banyak musik dari Indonesia Timur, tetapi kita kadang melupakannya. Ini salah satu cara kami mengenal orang lain, melalui bunyi-bunyian," ujar Ubiet.

Di akhir, terdapat lagu Heleletu dari Nusa Tenggara Timur dan Oras Loron Malirin yang sering diperdengarkan di daerah Atambua, Nusa Tenggara Barat.

Ubiet menjelaskan lagu dan nyanyian yang mereka berdua tampilkan merupakan hasil dari improvisasi dan pengembangan dari nyanyian-nyanyian khas di kepulauan Indonesia Timur.

"Ada struktur dan pegembangan, tetapi tentu tetap mendekati lagu yang dinyanyikan pemusik dan masyarakat di sana," tuturnya.

Ubiet dan Dimawan sebelumnya telah berkolaborasi dalam sejumlah proyek musik, di antaranya Kroncong Tenggara, Dedendangan, Sa'unine, serta beberapa kerja sama musik yang lain.(H-1)