Manajemen Apik Ciptakan Sinergi

KELELUASAAN pekerja seni budaya Selandia Baru dalam berkreasi tidak terlepas dari peran Creative New Zealand (CNZ). Lembaga otonom yang dibentuk berdasarkan undang-undang itu merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam pengelolaan seni budaya Selandia Baru.

Arkeolog dari Balai Pelesta­rian Cagar Budaya Kali­mantan Timur, Edy Gunawan, mengatakan CNZ punya beragam skema pendanaan untuk me-ramaikan partisipasi masyarakat dalam kegiatan seni budaya, baik sebagai pelaku maupun penikmat. Skema-skema itu bahkan dengan mudah diakses di laman CNZ. Dengan mudah pula, pengunjung bisa melihat siapa dan menerima berapa dalam program pendanaan CNZ.

“CNZ turun tangan langsung menghimpun ide dari seniman, mendukung persiapan dan pelaksanaan kegiatan mereka sehingga akuntabel,” papar peserta program Pegiat Budaya itu mengutip penjelasan yang diterimanya selama studi di Selandia Baru.

Dengan manajemen berke-senibudayaan yang rapi dan transparan, terlahir relasi yang berkelindan antara regulator, pelaku, dan publik. Dari survei tiga tahunan CNZ, terlihat kenaikan persepsi positif dan aktivitas publik terhadap kegiatan berkesenian di ‘Negeri Kiwi’ itu. Pada survei terakhir di 2014, 74% responden menyikapi positif perihal seni budaya, dengan tingkat partisipasi 89%.

Upaya Selandia Baru dalam mempertahankan seni budaya pun tampak dari sejumlah strategi. Umpama, pendirian stasiun TV khusus tayangan berbahasa Maori.

“Mereka punya yayasan serta komisi perfilman yang membantu dan mendanai proyek-proyek seniman Maori, terutama terkait audio visual,” jelas Fauzan Abdillah dari Raaw Visual.

Musikus Iman Fattah meng­akui solidnya dukungan pemerintah Selandia Baru kepada pekerja seni budaya walaupun hal itu tidak bisa dilepaskan dari konteks populasi warga Selandia Baru yang hanya sekitar 4,5 juta jiwa. Sebagai pembanding, populasi Indonesia sudah melebihi 240 juta jiwa. (Sha/H-1)