Dosen Suka di Luar Kampus

PERILAKU dosen di Indonesia dengan di negara-negara yang sudah maju pendidikan tingginya seperti Amerika Serikat sangat jauh berbeda. Kalangan dosen di Tanah Air mesti didorong terus-menerus untuk melakukan penelitian, di dalam kampus dengan menekuni laboratorium yang tersedia.

“Di Indonesia, dosen-dosen lebih banyak berada di luar kampus yang kebanyakan melakukan kegiatan untuk pengabdian masyarakat. Hal ini cukup positif membuktikan dosen kita peduli pada masyarakat, namun disayangkan mereka kurang menekuni laboratorium di dalam kampus untuk melakukan riset,” ungkap Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah pada diskusi tentang Peningkatan dan Pengembangan Kualitas Dosen di Jakarta, kemarin.

Kondisi ini berbeda dengan di AS, para dosennya justru lebih banyak di dalam kampus melakukan riset di laboratorium dan sebaliknya sulit ditarik keluar untuk kegiatan pengabdian masyarakat. COntoh lain, di Selandia Baru, sebanyak 57% dosen melakukan penelitian di dalam kampus begitu pun di Australia.

Di kesempatan sama, Rektor Universitas Pertamina, Akhmaloka mengatakan seorang dosen selain memiliki pengalaman mengajar juga harus punya pengalaman penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Untuk itu ia usul dalam pengerjaan riset harus bersifat multiyear tidak hanya bertahap setahun sekali.

Pembicara lainnya, Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, Kemenristek dan Dikti, Ali Ghuffron menjelaskan terdapat sejumlah masalah dosen saat ini, seperti masih banyaknya dosen yang masih bergelar S1, dosen yang belum memiliki jabatan akademik serta rendahnya publikasi, dan lain-lain. Ali juga menyatakan masih adanya ketimpangan upaya membangun infrastruktur ke depan dengan minimnya ketersediaan sarjana teknik. Karena itu ia sepakat jika moratorium perguruan tinggi saat ini diberlakukan karena masih kurangnya universitas yang tersedia untuk sarjana teknik. (Bay/H-1)