Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PARA peneliti telah mengungkapkan paparan berkepanjangan terhadap polusi udara partikulat halus (PM2.5) dapat meningkatkan risiko hospitalisasi akibat penyakit kardiovaskular di kalangan orang dewasa atau tua.
Penelitian di Amerika Serikat (AS), yang dipimpin para peneliti dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chan mengungkapkan, ketika paparan kronis terhadap PM2.5 berada antara 7 dan 8 mikrogram per meter kubik tingkat rata-rata nasional, saat ini, risiko rata-rata hospitalisasi akibat penyakit kardiovaskular pada orang tua adalah 3,04% setiap tahunnya.
Dikutip dari Medical Daily, Selasa (27/2), dengan menurunkan tingkat rata-rata tahunan PM2.5 dari 7-8 mikrogram per meter kubik menjadi di bawah 5 mikrogram/meter kubik, hospitalisasi kardiovaskular secara keseluruhan dapat dikurangi sebesar 15%.
Baca juga : Polusi Udara Bunuh Ratusan Ribu Orang Eropa sepanjang 2021
Rilis temuan studi ini bersamaan dengan pembaruan teranyar oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) tentang Standar Kualitas Udara Ambien Nasional. Standar yang direvisi bertujuan untuk menurunkan tingkat rata-rata PM2.5 tahunan yang diperbolehkan di negara tersebut dari 12 mikorgram/m3 menjadi 9 mikrogram/m3.
"Waktu dari studi kami tidak bisa lebih kritis lagi, dan implikasinya sangat mendalam. Temuan kami mengkuantifikasi manfaat dari menerapkan kebijakan kontrol polusi udara yang lebih ketat bahkan lebih ketat dari standar baru Badan Perlindungan Lingkungan, yang jauh lebih tinggi daripada standar 5 mikrogram per meter kubik yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia," kata penulis utama Yaguang Wei, peneliti di Departemen Kesehatan Lingkungan.
Temuan tersebut diperoleh setelah menguji catatan rumah sakit dan tingkat paparan PM2.5 dari hampir 60 juta penerima Medicare antara 2000 dan 2016. Para peserta semuanya berusia di atas 65 tahun.
Baca juga : PBB: Perubahan Iklim Perburuk Gelombang Panas dan Kualitas Udara
Para peneliti mengembangkan peta prediktif tingkat PM2.5 di seluruh negara dari berbagai sumber data polusi udara dan menghubungkannya dengan kode pos tempat tinggal penerima.
Para peserta diikuti hingga masuk rumah sakit pertama kali untuk salah satu dari tujuh subtipe penyakit kardiovaskular (CVD) utama: penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal jantung, kardiomiopati, aritmia, dan aneurisma aorta toraks dan abdominal.
"Studi ini menemukan bahwa paparan rata-rata tiga tahun terhadap PM2.5 berkaitan dengan peningkatan risiko masuk rumah sakit pertama kali untuk semua kondisi kardiovaskular, terutama penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal jantung, dan aritmia. Untuk CVD gabungan, studi ini menemukan bahwa ketika paparan kronis terhadap PM2.5 berada antara 7 dan 8 mikrogram/m3, yang mewakili tingkat rata-rata nasional saat ini, rata-rata risiko hospitalisasi untuk penyakit kardiovaskular pada orang tua adalah 3,04% setiap tahun," ungkap para peneliti.
Baca juga : Polusi Udara Bisa Memperpendek Usia Harapan Hidup
Ketika paparan kronis terhadap PM2.5 memenuhi pedoman WHO di bawah 5 mikrogram/m3, risiko hospitalisasi untuk CVD ditemukan sebesar 2,59% setiap tahunnya.
Selain itu, para peneliti mencatat bahwa tidak ada ambang batas aman yang ditetapkan untuk paparan kronis terhadap PM2.5.
Risiko kesehatan tetap signifikan setidaknya selama tiga tahun setelah paparan kronis, dengan dampak yang tidak proporsional pada individu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, akses terbatas ke perawatan kesehatan. (Ant/Z-1)
Kualitas udara yang buruk merupakan isu yang semakin mengkhawatirkan di berbagai kota besar di dunia terutama di Indonesia.
Kim Seon-ho diketahui mengikuti jejak kebiasaan jalan kaki setiap hari untuk menurunkan kolesterol dan menjaga kesehatan jantung
Kerja malam telah menjadi bagian dari kehidupan modern di banyak sektor industri, mulai dari layanan kesehatan hingga industri perhotelan dan manufaktur.
BPJS Kesehatan telah mengucurkan dana puluhan triliun rupiah sebagai jaminan untuk membiayai pengobatan pasien pengidap penyakit kardiovaskular melalui program JKN pada 2023.
Henti jantung dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung, penyakit jantung koroner, dan abnormalitas lain pada jantung.
Kejadian henti jantung mendadak (HJM) sering terjadi di tempat umum dan keramaian dan menempati 50% dari kematian pada masalah jantung.
Metabolomik merupakan metode analisis komprehensif semua metabolit pada sampel yang berasal dari makhluk hidup.
TIM peneliti dari UGM menyebut buah jenitri (Elaeocarpus sphaericus), komoditas tanaman buah yang ada di daerah Kebumen, Jawa Tengah punya khasiat untuk mencegah penyakit gagal ginjal.
Campuran ekstrak rosella dan bekatul beras hitam dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 68,39±0,26 persen.
PARA ilmuwan mengembangkan metode inovatif untuk mendaur ulang baterai ion litium. Caranya, mereka menggunakan teknik pemisahan magnetik yang memurnikan bahan baterai.
INDONESIA disebut masih tertinggal di dalam bidang sains dan teknologi, baik komitmen investasi maupun orkestrasi. Salah satu penyebab adalah masih kurangnya riset dan pengembangan (R&D)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved