Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyayangkan pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim terkait kebijakan zonasi untuk Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB). Menurutnya, Nadiem tidak menjelaskan mengenai solusi atas permasalahan yang terjadi. Alih-alih mencari jalan ke luar, ia malah curhat, mengaku kena getah tahunan dari kebijakan yang katanya bukan dia ciptakan.
Sikap tersebut, menurut JPPI, menggambarkan tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab atas kekisruhan PPDB. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah mengatakan masalah teknis PPDB ada di lapangan.
“Semua cuci tangan dan lempar tanggung jawab. Kepala-kepala daerah pun begitu. Mereka tidak sadar dengan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada seluruh anak secara berkualitas dan berkeadilan. Atas nama penertiban administratif, ada 4.791 anak di Jawa Barat dan 208 anak di Kota Bogor yang namanya dicoret tidak boleh ikut PPDB,” kata Ubaid, Senin (31/7).
Baca juga: Sengkarut PPDB, Nadiem: Itu Kebijakan Pak Muhadjir Effendy
Terkait hal itu, menurutnya PPDB bukan masalah teknis di lapangan atau di daerah, tapi masalah sistemik yang dipicu oleh peraturan di level pusat, yaitu Permendikbud Nomor 1 tahun 2023. Regulasi itu mengatur soal penerimaan yang masih menggunakan sistem seleksi dan pemerintah tidak menyediakan bangku sekolah sesuai kebutuhan.
“Mau pakai sistem apapun, kalau daya tampung tidak tersedia, kekacauan pasti akan terjadi,” lanjutnya.
Baca juga: Nadiem: Sistem Zonasi PPDB Perlu Diteruskan dan Disempurnakan
Lebih lanjut, Ubaid menambahkan bahwa PPDB sebaiknya tidak berdasarkan prestasi. Jika dilakukan, Indonesia kembali ke pola primitif yang akan mengamputasi hak anak untuk bisa bersekolah.
“Bagaimana nasib anak-anak yang tidak berprestasi? Padahal mereka adalah sama-sama anak Indonesia yang punya hak yang sama,” tegasnya.
Dia menekankan bahwa Mendikbud Ristek harus bertanggung jawab penuh dan mengubah sistem PPDB sebagaimana dalam Permendikbud Nomor 1 tahun 2021.
Sistem baru harus mampu menjamin semua anak dapat jatah bangku sekolah, dan mewajibkan seluruh pemerintah daerah untuk bekerjasama dengan pihak swasta bila kursi di sekolah negeri tak mampu menampung kebutuhan.
“Selain itu, sistem zonasi harus diterapkan berdasarkan pemerataan kursi dan mutu sekolah. Sehingga, tidak ada lagi rebutan kursi karena semua kebagian. Begitu pula, tidak ada lagi penumpukan jumlah pendaftar, karena tidak ada mutu yang jomplang alias favoritisme,” tuturnya.
Ubaid menegaskan bahwa pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah, sebagaimana amanat UUD 1945 (pasal 31 ayat 2) dan UU Sisdiknas (pasal 34 ayat 2). Sekolah bebas biaya ini harus diterapkan di negeri dan swasta, minimal hingga jenjang SMP atau 9 tahun, dan sampai SMA/SMK bagi daerah-daerah yang menerapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun. (Z-11)
Presiden Jokowi menyentil sikap kepala daerah saat menanggapi kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi tahun ajaran 2023.
INTEGRITAS dunia pendidikan kembali tercoreng. Kini marak kasus kecurangan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2023 di berbagai daerah menjadi sorotan.
BEBERAPA hari yang lalu, salah seorang pimpinan Komisi X DPR RI mengirimkan tautan siaran langsung rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemendikbud-Ristek melalui pesan Whatsapp.
Sejumlah sekolah menengah atas (SMA) di Kota Makassar, sudah melakukan perkenalan sekolah, dan memulai hari pertama sekolah, Senin (12/7).
PELAKSANAAN Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Semarang, Jawa Tengah mengalami sejumlah masalah.
Catatan UNESCO 58 juta anak di seluruh dunia tidak mengenyam bangku pendidikan.
Sekolah Citra Kasih, Citra Garden Jakarta menggelar kegiatan open house
Sebelum ambruk, kondisi bangunan ruang kelas di sekolah itu memang sudah rusak
Berangkat dari permasalahan tersebut, Binus School Simprug bersama Happy Hearts Indonesia bekerja sama membangun pendidikan sejak kanak-kanak di NTT melalui kelompok Bersama Untuk Bangsa.
Muhammadiyah belum membentuk perusahaan baru untuk mengelola usaha tambang yang akan diberikan pemerintah.
SEKOLAH Demokrasi dan INDEF School of Political Economy merupakan momen spesial karena menggabungkan lembaga pemikir, akademisi, dan forum jurnalis di Indonesia dan Belanda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved