Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KOMISIONER Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor menyampaikan beberapa catatan terkait poin aborsi dalam perubahan RUU Kesehatan omnibus law.
Adanya perubahan terkait pengertian sumber daya manusia yang bisa melakukan aborsi terhadap korban kekerasan seksual, menurut Ulfah perlu dikritisi. Tenaga kesehatan yang semula boleh menangani aborsi sangat terbatas, atau hanya tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat keterampilan yang ditetapkan oleh Menteri, kini definisinya diperluas meliputi dokter, bidan, paramedis, atau apoteker. Ulfah menilai poin tersebut sangat mengkhawatirkan dan berisiko mengancam nyawa korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan.
“Saya secara pribadi, kalau betul tenaga kesehatan yang akan melakukan aborsi itu diperluas dengan bidan, paramedis, apoteker, saya kok rasanya terlalu riskan. Bahkan mungkin kalau boleh, saya rasanya lebih cenderung tidak setuju,” kata Ulfah kepada Media Indonesia, Rabu (24/5).
Baca juga: Polisi Bongkar Praktik Aborsi Ilegal, Lima Orang Ditangkap
“Yang boleh menangani aborsi harusnya dokter yang terlatih. Kalau dokter kan dari sisi keamanan, penanganannya, lebih yakin, lebih bisa dipastikan karena dia punya keahlian. Tetapi kalau bidan, paramedis, itu agak riskan. Apalagi apoteker, kok bisa melakukan mengaborsi? Saya kira itu yang perlu dikritisi. Meski ini adalah ruang untuk perlindungan dan pelayanan kepada korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan, tetapi harus ada batasan yang bisa memastikan dan menjamin korban tetap ada jaminan keselamatan, jaminan keamanan. Tidak kemudian diperluas, dipermudah tanpa pertimbangan seperti itu,” ujarnya.
Selain itu, poin yang diberi catatan oleh Ulfah berkaitan dengan poin aborsi dalam perubahan RUU Kesehatan ialah terkait batasan usia kehamilan yang semula enam minggu menjadi 14 minggu.
Baca juga: RUU Kesehatan, IDI: Adaptasi Dokter WNI Lulusan Luar Negeri Perlu Diatur
Ulfah menyebut Komnas Perempuan memang mendorong agar batas usia kandungan dapat dipertimbangkan ulang. Sebab, praktik di lapangan seringkali korban kekerasan seksual mengalami hambatan dan kendala untuk melakukan aborsi.
Meski di KUHP telah diusulkan batas usia kehamilan bagi korban kekerasan seksual untuk melakukan aborsi juga telah ditambah menjadi 14 minggu, dalam implementasinya, kata Ulfah, masih sangat sulit diakses untuk korban pemerkosaan. Selain tidak tersedia layanan yang boleh dan menyediakan aborsi untuk korban pemerkosaan, informasi terkait aborsi untuk korban juga sangat tertutup.
“Sama sekali tidak terinfo, tertutup, lembaga layanan juga dianggap sebagai praktik yang melanggar hukum. Dokter obgynnya dihukum karena memberikan layanan itu. Selain itu usia enam minggu bagi korban pemerkosaan itu di dalam praktiknya sangat sulit juga. Seringkali memproses itu sampai dengan mendapatkan surat keterangan dan lain-lain, usianya rata-rata sudah lewat enam minggu. Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dieksekusi,” jelasnya.
“Kalau dari sisi usia kandungan yang semula enam minggu lalu menjadi 14 minggu, lalu masuk dalam draft perubahan RUU kesehatan, saya kira ini menjadi upaya dari harmonisasi undang-undang. KUHP sudah menyatakan 14 minggu, di dalam UU kesehatan mau tidak mau menyesuaikan dengan yang sudah disahkan itu. Menurut saya itu kalau dari sisi legalnya ya,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Keputusan untuk aborsi menjadi otoritas pada korban, di mana korban dapat membatalkan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan.
Sementara ketentuan aborsi diatur dalam PP 28/2024 Pasal 116 yakni setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
JD Vance, calon wakil presiden Donald Trump, telah mengubah pandangannya tentang aborsi.
Mahkamah Agung AS memutuskan menolak upaya sekelompok dokter dan aktivis anti-aborsi yang ingin membatasi akses terhadap pil aborsi mifepristone.
Mahkamah Agung AS terlihat terbagi dalam kasus mengenai larangan hampir total terhadap aborsi di Idaho.
Komnas Perempuan menilai putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur menjadi catatan buruk penegakan hukum kasus kekerasan terhadap perempuan.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
APARAT penegak hukum (APH) yang memiliki perspektif gender dan sensitivitas terhadap korban, sangat dibutuhkan untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak
MENINDAKLANJUTI putusan dari DKPP, Komnas Perempuan meminta agar ada perbaikan serta penguatan dari sistem Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di pelaksanaan pemilu.
DKPP menyoroti secara khusus isu relasi kuasa yang digunakan Hasyim Asy'ari selaku Ketua KPU dalam rangka mendekati perempuan anggota PPLN Den Haag, Belanda, berisinial CAT.
Komnas Perempuan menanggapi pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait kasus asusila. Pihaknya menghormati dan mengapresiasi putusan DKPP untuk memecat Hasyim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved