Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PENGAMAT Sosial Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati mengungkapkan bahwa di Indonesia memang belum semua profesi mendapatkan perlindungan yang sama, termasuk pekerja rumah tangga (PRT).
"Persoalan ini sudah 19 tahun, yang paling penting adalah untuk segera mengesahkan RUU (PPRT) ini, karena kalau tidak kita akan terus terjebak di dalam praktik perbudakan modern," ujar Devie saat dihubungi pada Senin (4/3).
Menurutnya, saat ini ia menilai negara melalui BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan sudah luar biasa merangkul semua profesi.
Baca juga: Komnas Perempuan: Pengakuan dan Perlindungan Jadi Poin Penting di RUU PPRT
"Seperti contoh di BPJS Ketenagakerjaan, biaya 36.800 sudah mencakup 3 perlindungan bagi pekerja apapun, termasuk pekerja yang rawan seperti teman-teman PRT, isinya sudah ada perlindungan terhadap kematian, kecelakaan kerja bahkan pensiun," jelasnya.
Artinya instrumen negara sudah siap, tapi belum ada Undang-Undang (UU) yang mengatur hal tersebut, sehingga banyak masyarakat yang berpikir bahwa bukan menjadi sebuah kewajiban mereka untuk melindungi PRT.
Baca juga: Resmi Jadi Inisiatif DPR, Pembahasan RUU PPRT Harus Dipersiapkan dengan Matang
"Jadi ada kecenderungan feodelisme kita masih terpandang baik dan itu tidak peduli kalangannya," papar Devie.
Banyak pemahaman masyarakat yang masih memandang bahwa PRT adalah objek.
"Mereka dianggap orang yang sudah selayaknya memberikan pelayanan tanpa sebaliknya orang yang dilayani seharusnya memberikan hak-hak nya," ungkapnya.
Menurut Devie, poin penting dalam RUU PPRT yang tidak boleh lepas adalah hak-hak yang harus diterima oleh PRT terkait dengan upah, jam kerja, kondisi kerja, harus ada jaminan kesehatan, jaminan perlindungan, jaminan hari tua, hal-hal tersebut adalah hal yang seharusnya sudah lama diperhatikan oleh pemerintah. (Fal/Z-7)
KETIDAKJELASAN pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendapat perhatian dari para tokoh agama.
NasDem pertanyakan komitmen pimpinan DPR tentang pembahasan RUU PPRT
Harapan masyarakat terkait adanya pembahasan RUU PPRT sempat muncul pada saat Rapat Paripurna DPR pada 21 Maret 2023 yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani
Dalam RPJMN sebagai turunan visi misi nawacita, RUU PPRT itu salah satu prioritas untuk disahkan selama periode 2014-2024.
Jelang akhir masa jabatan DPR RI periode 2019--2024 Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) belum kunjung disahkan.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) semakin tidak memiliki kejelasan. Tidak ada tanda-tanda rancangan aturan itu untuk segera disahkan.
Keluarga tersebut membayar mereka hanya US$8 untuk bekerja selama 18 jam sehari, kurang dari sepersepuluh dari jumlah yang diwajibkan menurut aturan di Swiss.
SUDAH 20 tahun RUU PPRT digantung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pada tahun 2024 ini akan menjadi titik kritis bagi pembahasan RUU PPRT karena jika pada tahun ini tidak ada yang dibahas
KOORDINATOR Advokasi Migrant Care Siti Badriyah mengatakan banyak pekerja rumah tangga (PRT) warga negara Indonesia (WNI) yang berpotensi tidak dapat menggunakan hak suaranya pada Minggu
SEBANYAK hampir 3.000 orang diselamatkan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) periode 5 Juni hingga 13 November 2023.
PUBLIK telah menuding DPR tidak serius dalam memperjuangkan RUU PPRT. Situasi ini harus segera direspon oleh DPR khususnya pimpinan DPR untuk segera mengagendakan pembahasan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved