Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SALAH satu pola propaganda kelompok radikal yang kerap dimainkan ialah menunggangi isu sosial dan politik untuk meradikalisasi masyarakat. Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja memang menjadi kontroversi sebagian kalangan yang harus disikapi secara kritis dan argumentatif.
Namun, kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu ini dengan cara membangun public distrust dan narasi kebencian terhadap negara menjadi persoalan berbeda.
Hal ini dikatakan oleh kader intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz. Dia menegaskan, sejatinya negara tidak membuka ruang bagi siapa pun yang berusaha melakukan tindakan inkonstitusional. Terlebih menciptakan kericuhan dengan mendompleng isu politik yang mengatasnamakan agama atau ajaran tertentu.
"Pada prinsipnya, sistem negara kita kan sebetulnya tidak memberikan ruang sekecil apa pun bagi siapa pun yang melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional. Khususnya bagi kelompok yang mendompleng isu-isu tertentu, kemudian menciptakan kericuhan dan social disorder. Itu kalau bahasa konstitusi, makar," ujar Darraz dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (13/1).
Darraz melanjutkan, kekacauan sosial serta tindakan yang termasuk makar dalam upaya menggulingkan pemerintahan yang sah apalagi di dalam negara yang tidak sedang berkonflik, dalam kacamata fiqih Islam disebut sebagai al-baghiu atau bughat.
Bughat sendiri memulai sejarahnya ketika masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, dengan kemunculan kelompok yang enggan mengakui pemerintahan Abu Bakar dan menciptakan social disorder. Maka kelompok tersebut dianggap pemberontak hingga wajib diperangi.
"Jadi menciptakan situasi yang tidak tertib, tidak stabil. Nah itu saya kira bisa dikategorikan bagian dari bughat. Namun para ulama kan berbeda pendapat terkait hukumnya (bughat)," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini.
Setidaknya ada tiga kategori bughat berdasarkan pendapat para ulama. Pertama, bughat yang dikategorikan sebagai orang yang melakukan pidana atau jarimah. Hukumannya harus ditentukan melalui pengadilan, ada hakim yang memutuskan. Tidak boleh penguasa, imam, atau presiden yang memutuskan hukumannya.
"Kedua, pendapat yang agak ekstrem yaitu menyebutkan kelompok bughat atau pembangkangnya disebut sebagai kafir, jadi sudah keluar dari Islam. Oleh karena itu hukumannya boleh langsung dibunuh, diperangi langsung atas perintah imam, raja, atau presiden," katanya.
Baca juga: Menag Tegaskan Kebut Persiapan Pelaksanaan Ibadah Haji
Lalu, yang ketiga adalah bahwa orang bughat ini dianggap sebagai fasik. Sehingga dilihat dulu dan diberikan kesempatan untuk taubat telebih dahulu. Jika melawan atau menolak baru boleh diperangi. Namun dalam hal ini, Darraz menekankan untuk menganalisis secara hati-hati membedakan antara yang kritis dengan yang melakukan pembangkangan.
"Karena kritis itu memang menjadi suatu kewajiban dalam Islam. Kita diajarkan untuk tawashshaw, saling menasihati bil haq (dalam kebenaran), saling berwasiat dalam kebaikan, dengan kesabaran guna mencegah kemungkaran. Itu wajib dilakukan tapi dengan bahasa yang bisa diterima oleh siapa pun," tuturnya.
Darraz mengatakan, dalam konteks polemik UU Cipta Kerja yang ditunggangi kelompok radikal, dengan membawa narasi khilafah terselubung serta bersembunyi di balik alasan kritik. Dia menilai bahwa kritik haruslah disampaikan dengan santun, objektif, elegan, dan tidak ada tujuan terselubung lainnya melainkan untuk kebaikan umat, rakyat dan pemerintah itu sendiri.
"Dan kritik juga tidak boleh disampaikan di depan umum, apalagi sampai menjatuhkan wibawanya. Dalam Islam itu bukan hanya mengkritik kita itu wajib mendoakan pemerintah, pemimpin atau imam yang menjadi imam kita, supaya pemimpin memiliki kecerdasan, kepandaian sehingga menghasilkan kebijakan yang baik yang maslahat bagi umat," ujar alumnus Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.
Oleh karena itu, dengan etika kritik yang santun dan bijak, tujuan kritik itu sendiri akan tercapai dan mampu menghasilkan alternatif solusi bagi persoalan rakyat.
"Tidak hanya dari rakyat ke pemimpin, namun cendekiawan juga mengatakan bahwa pemimpin harus 'memasang telinga ke bumi', harus terbuka atas saran, kritik, mau mendengarkan aspirasi serta mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat luas," ungkapnya.
Terakhir, Darraz berpendapat guna menutup ruang gerak kelompok radikal yang kerap menunggangi isu politik dengan narasi promosi ideologinya, Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk sama-sama terbuka dan memahami proses hukum yang berlaku. Sehingga diharapkan antara pemerintah dan masyarakat tidak ada celah kesalahpahaman yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal.
"Saran saya memang sebaiknya pemerintah betul-betul sejak awal melibatkan masyarakat, transparan. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat bisa tersampaikan sejak awal dan masyarakat memahami proses yang berlangsung. Sehingga itu tidak menciptakan celah bagi kelompok-kelompok pembangkang itu memanfaatkan situasi chaos," pungkasnya. (RO/OL-16)
Meskipun HTI sudah dibubarkan secara resmi oleh pemerintah, tapi sejatinya sel-selnya masih tertancap kuat. Bayangkan, acara HTI beberapa waktu lalu dihadiri ribuan orang.
Pembajakan isu Palestina-Israel hanya akan menyelewengkan atau bahkan menghilangkan fokus dari masalah yang sebenarnya.
Menurutnya, empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 tak bisa diotak-atik
Maqashid syariah sendiri berarti tujuan dari syariat Islam, yang mana ada lima tujuan Allah menurunkan syariat.
Berbagai bentuk perlawanan terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) bisa kita lihat hingga hari ini tersebar di internet dan media sosial.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi III DPR Johan Budi mengatakanpenerbitan Perppu Perampasan Aset ada di tangan Presiden Joko Widodo.
DPR tak juga kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Kelanjutan pembahasan RUU Perampasan aset di tangan DPR. Kalau sekarang tidak jelas, berarti tidak ada itikad baik dari DPR untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Komisi II dan pemerintah sepakat bahwa perubahan jadwal itu dilakukan lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Aturan yang menganulir pelaksanaan pilkada November 2024 merupakan inisiatif pemerintah dalam bentuk Perppu
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved