Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ASEAN Foundation bermitra dengan Nanyang Technological University Center for Contemporary Art Singapore (NTU CCA) bersama-sama mengadakan sebuah pertemuan selama tiga hari di Jakarta, Kamis (1/12).
Pertemuan bertajuk Climate Futures #1: Cultures, Climate Crisis, and Disappearing Ecologies diadakan dengan tujuan membahas hal-hal terkait antara budaya Asia Tenggara dan lingkungan, ekologi, dan keanekaragaman hayatinya.
Pertemuan Climate Futures #1: Cultures, Climate Crisis and Disappearing Ecologies diadakan dengan tujuan untuk mempelajari, mendokumentasikan, dan menganalisa dampak kolonialisme terhadap budaya dan keterkaitannya dengan krisis iklim saat ini.
Secara lebih terperinci, konferensi ini juga memiliki tujuan utama untuk memperlakukan pengetahuan lokal asli dan perspektif budaya sama seperti ilmu pasti yang berasal dari penelitian konvensional, agar dapat menumbuhkan hubungan pertukaran pengetahuan jangka panjang.
Proyek ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang lebih luas tentang warisan pasca-kolonial dan tantangan yang dibawanya hingga saat ini, sambil membangun jaringan internasional yang kuat dan mengidentifikasi metodologi yang berpotensi untuk membawa sebuah perubahan yang bersifat positif.
Baca juga: Inovasi Produk Rendah Emisi Jadi Langkah Penting Mitigasi Perubahan Iklim
Hal ini merupakan sebuah kesempatan untuk memulai wacana penting yang tertanam di kawasan ASEAN, dan melibatkan seluruh peserta untuk dapat bergabung bersama entitas dan mitra lain, menjadi multi-vokal dan multi-lokal.
"Menurut International Monetary Fund (IMF), negara-negara berkembang mewakili 85% dari populasi dunia dan menghadapi beban tantangan sosial dan lingkungan global," ujar Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Dr. Yang Mee Eng dalam keterangan pers, Rabu (14/12).
ASEAN termasuk yang mewakili sebagian besarnya, untuk itu pembicara yang hadir di konferensi merupakan perwakilan dari negara-negara ASEAN dengan pengalaman langsung dari tantangan yang dihadapi.
"Selama konferensi berlangsung kami berharap dapat mengeksplorasi bersama kemungkinan masa depan yang lebih baik di luar krisis iklim saat ini," kata Yang Mee Eng.
Konferensi ini juga dihadiri oleh para pembicara dari 10 negara anggota ASEAN, Korea Selatan, Jerman, dan Australia dan lebih dari 1.200 orang dari 31 negara mendaftar untuk konferensi yang berlangsung secara hybrid dari tanggal 1 Desember hingga 3 Desember 2022.
Konferensi yang berlangsung terdiri dari diskusi tentang pendekatan alternatif untuk studi regional yang berfokus pada urgensi seperti kenaikan permukaan laut dan suhu serta dampaknya terhadap sumber daya alam di wilayah tersebut.
Diskusi juga berfokus secara khusus terhadap pembahasan sumber daya alam di area Sungai Mekong dan Delta (Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam) dan aliran sungainya ke Indonesia, Malaysia dan Filipina serta Selat Malaka yang memainkan peran penting dalam pembagian wilayah sejarah.
Pendekatan holistik dari Climate Futures #1: Cultures, Climate Crisis, and Disappearing Ecologies adalah untuk merangsang diskusi antara seniman, desainer interior dan arsitek, ilmuwan, pemerhati lingkungan, serta suara lokal dan pembuat kebijakan.
Melalui acara ini, kami berupaya menjangkau publik yang lebih luas termasuk para cendekiawan muda dan praktisi seni, serta tokoh masyarakat dari kawasan ASEAN.
Acara ini juga terbuka untuk khalayak umum dan dapat diikuti secara daring dengan melakukan registrasi terlebih dahulu melalui bit.ly/KONNECTASEAN_CF, atau untuk informasi lebih lanjut dapat diakses melalui https://www.instagram.com/aseanfoundation. (RO/OL-09)
Menurut Kementan tidak ada cara lain menghindari krisisi pangan selain mengebut program pompanisasi dan oplah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyoroti bahaya fenomena cuaca panas ekstrem yang semakin meningkat di banyak negara.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, mendesak negara-negara untuk bertindak menanggapi dampak panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Suhu baru tertinggi yang tercatat sebesar 17,09 derajat Celcius, sedikit melampaui rekor sebelumnya sebesar 17,08 derajat Celcius yang terjadi pada 6 Juli 2023.
Untuk menghadapi tantangan ini, dibutuhkan generasi muda yang peduli pada lingkungan dan memiliki pengetahuan serta keahlian membangun masa depan berkelanjutan.
Langkah nyata ini juga sebagai bentuk dukungan BMKG untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission tahun 2060.
Pada sesi talkshow ini, dibahas mengenai pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya DBD di Indonesia bahwa kasus DBD masih menjadi masalah kesehatan yang serius.
Pameran GIIAS 2024 bisa menjadi kesempatan untuk menampilkan aneka solusi pengisian daya mobil listrik mutakhir dan berinteraksi dengan para pelaku industri dan konsumen
KEPALA Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam pertemuan dengan diplomat ASEAN di Laos pada Jumat (26/7) membela kebijakan Brussels terkait krisis Gaza.
Keberadaan mangrove krusial secara nilainya baik ekologi, sosial maupun ekonomi. Namun demikian tantangannya juga cukup besar.
Indonesia punya strategic action plan dari tahun 2025 sampai dengan 2030. Dalam hal ini ini Indonesia bisa menjadi lead untuk mangrove.
KLHK merumuskan berbagai standar sebagai guidance dalam pengelolaan hutan dan hasil hutan, misalnya dalam pemanenan, pengelolaan produk hingga pengelolaan lingkungan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved