Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kasus Gangguan Kecemasan Meningkat dan Lebih Menular dari Covid-19

Dinda Shabrina
10/10/2022 11:15
Kasus Gangguan Kecemasan Meningkat dan Lebih Menular dari Covid-19
Ilustrasi(Instagram @worldmentalhealth)

HARI Kesehatan Jiwa Sedunia (HKSJ) diperingati hari ini, setiap 10 Oktober. Salah satu kasus yang menjadi sorotan ahli adalah meningkatnya kasus gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Selama pandemi dua tahun terakhir, berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) setidaknya ada 14.988 orang mengalami masalah psikologis, termasuk gangguan kecemasan.  "Sebanyak 75,8% dialami oleh perempuan dan 24,2% dialami laki-laki," ungkap psikiater Nova Riyanti Yusuf kepada Media Indonesia.

Ia mengatakan gangguan kesehatan mental sama besar dan berbahayanya dengan gelombang virus covid, sehingga perlu ada perhatian lebih untuk mengenali berbagai tanda kesehatan jiwa.

“Sejak 2020 itu datanya memang paling banyak usia 18-25 tahun. Itu masih tinggi sampai tahun ini. Dan kelihatannya usia yang juga turut menjadi pihak yang rentan adalah lansia. Selama pandemi lansia juga tinggi angka kesehatan mentalnya,” kata Nova kepada Media Indonesia.

Menurut Nova, lansia menjadi pihak yang paling rentan terkena gangguan kecemasannya selama pandemi karena mereka masuk dalam kelompok yang paling mudah tertular dan rentan karena komorbid. “Itu menambah stressor psikologisnya, menambah distress nya,” ucap Nova.

Berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan, 1 dari 3 orang yang menderita covid-19 mengalami distress psikologis. Apalagi orang yang menderita covid sejak awal telah mengalami gangguan jiwa. Stigma dan diskriminasi yang dialami menjadi berlipat ganda.

“Hal itu menyebabkan sebagian dari mereka tidak mendapatkan perawatan yang layak yang semestinya mereka dapatkan,” kata Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes Vensya Sitohang.

Begitu pula dengan keluarga atau pendamping dari orang dengan gangguan jiwa. Mereka juga masih mendapatkan stigma dan diskriminasi. Selain berdampak pada kesehatan fisik dan mental orang dengan gangguan jiwa, stigmatisasi yang mereka dapatkan juga turut mempengaruhi kesempatan mereka dalam memperoleh pendidikan maupun saat mencari pekerjaan.

Menjaga kesehatan mental, kata Vensya sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Karena itu, Vensya meminta agar masyarakat memberikan perhatian lebih, terutama kepada kelompok remaja yang sangat rentan.

Secara global, 1 dari 7 anak usia 10-19 tahun telah mengalami kesehatan mental. Sebagian besar dari mereka tidak mengenali gejalanya dan tidak diobati. Bunuh diri juga merupakan salah satu masalah kesehatan jiwa yang banyak terjadi pada remaja.

“Percobaan bunuh diri adalah penyebab yang keempat diantara usia 15-29 tahun. Tidak semua tindakan bunuh diri disebabkan gangguan jiwa, tapi 80-90% remaja yang meninggal karena bunuh diri mempunyai gangguan psikopatologi yang signifikan, seperti gangguan mood, gangguan cemas, problem perilaku dan penyalahgunaan daripada napza,” ucap Vensya.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Vensya mengatakan setiap individu harus memahami pentingnya bagaiman menyikapi perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual remaja yang sehat.

“Jika remaha memiliki faktor risiko (keluaga tidak harmonis, konflik di sekolah dan lingkungan dsb) segera datang ke puskesmas dengan layanan jiwa dan melakukan deteksi dini,” kata dia.

“Jangan melakukan self diagnose yang terlalu dini, diagnosis ditegakkan oleh tenaga kesehatan terlatih. Sebagai teman dari remaja yang bermasalah, kita sebaiknya melengkapi diri dengan kemampuan dukungan dasar. Jangan ragu meminta pertolongan jika butuh. Kita juga memiliki puskesmas di kabupaten/kota dengan layanan kesehatan jiwa dengan nakes yang mumpuni,” tandasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya