Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
GURU Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Drajat Murtianto mengungkapkan bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (hidden hunger). Hal itu disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A dan zat gizi mikro lainnya.
“Kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah dan sayuran yang mengandung zat gizi mikro. Mereka mengalami kelaparan tersembunyi. Disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak nampak, namun sesungguhnya dampaknya sangat besar. Zat gizi mikro telah terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan dan imunitas,” jelasnya dikutip dari laman resmi IPB University, Minggu (18/9).
Dampak kelaparan tersembunyi ini tidak main-main. Secara nasional, lanjutnya, Indonesia dapat mengalami kerugian lebih dari Rp50 triliun dari rendahnya produktivitas kerja akibat Anemia Gizi Besi (AGB). Angka ini belum termasuk biaya layanan kesehatan akibat defisiensi gizi mikro yang parah dan masalah-masalah gizi yang lain.
“Penganekaragaman pangan, suplementasi dan fortifikasi pangan disertai dengan higiene dan sanitasi lingkungan merupakan solusi untuk mengatasi masalah kurang zat gizi mikro. Fortifikasi atau penambahan zat gizi tertentu pada pangan telah terbukti efektif dalam menurunkan kelaparan tersembunyi, sekaligus sangat cost-effective,” ujarnya.
Menurutnya, biaya fortifikasi pangan untuk menanggulangi kurang yodium, vitamin A dan zat besi di berbagai negara umumnya kurang dari 0,5 persen harga produknya, tanpa biaya tambahan untuk pendistribusiannya hingga sampai ke konsumen. Mengingat peranannya terhadap produktivitas kerja dan pendapatan, program fortifikasi pangan juga dilihat sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinan.
Selama ini, imbuhnya, pemerintah Indonesia telah menetapkan program fortifikasi pangan wajib untuk mengatasi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) melalui fortifikasi garam, Anemia Gizi Besi (AGB) melalui fortifikasi terigu dan fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A untuk mengatasi kurang vitamin A (KVA).
“Komitmen pemerintah melakukan fortifikasi pangan ke depan juga masih sangat kuat. Ini ditunjukkan dengan masuknya program fortifikasi pangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Namun demikian, disadari bahwa dinamika program fortifikasi pangan sangatlah besar,” tuturnya.
Ia melanjutkan, implementasi fortifikasi garam beryodium dihadapkan pada masih cukup banyaknya industri garam yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga target universal salt iodization hingga saat ini belum terwujud. Konsumsi garam yang memenuhi syarat juga baru mencapai 77 persen rumah tangga.
“Sementara itu, implementasi fortifikasi wajib vitamin A pada minyak goreng sangat dinamis, dipengaruhi oleh beragam tantangan. Mulai isu importasi retinil palmitat versus penggunaan beta karoten, isu beban bagi industri minyak di saat terjadi disparitas harga domestik dan internasional yang besar, isu lingkungan terkait perubahan dari minyak curah ke minyak kemasan dan sebagainya,” imbuhnya.
Sedangkan, fortifikasi terigu juga dihadapkan pada isu importasi fortifikan dan gandum sebagai pangan pembawa (vehicle) yang nyaris 100 persen impor, hambatan perdagangan serta efektivitas zat besi yang digunakan yang masih memerlukan bukti ilmiahnya di lapang.
“Untuk melengkapi fortifikasi wajib diperlukan strategi fortifikasi pangan skala kecil (small-scale fortification) pada pangan pokok seperti sagu, tepung jagung, tepung ubi kayu/mocaf dan minyak kelapa, minyak curah sawit. Strategi ini untuk menjamin agar tumbuh kembang anak Indonesia di setiap pelosok tanah air bisa berjalan optimal,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagai negara produsen beras terbesar ketiga di dunia fortifikasi beras untuk distribusi kelompok khusus (bantuan sosial, bantuan bencana alam) maupun voluntary secara komersial perlu dikaji lebih mendalam.
“Pertimbangannya, prevalensi AGB di Indonesia masih tinggi dan tidak hanya diderita rumahtangga miskin, sehingga diharapkan dapat efektif mencakup semua populasi karena beras dikonsumsi hampir semua orang Indonesia,” pungkasnya. (H-2)
Pada dasarnya setiap daerah tidak memiliki masalah gizi yang sama. Mayoritas yang muncul adalah soal pola asuh.
Kolaborasi lintas sektor ini bertujuan untuk turut mendukung program penurunan angka stunting yang diusung oleh Pemerintah Indonesia.
Penanganan anak yang sudah terlanjur stunting harus menggunakan food-based approach dengan bantuan makanan bergizi terus-menerus minimal 90 hari.
UPAYA penurunan angka stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) terus dilakukan pemerintah setempat.
Pemerintah menargetkan angka stunting tahun ini harus turun di angka 14%.
Di tengah isu kelangkaan beras, Lions Club Indonesia membagikan 1.000 paket nasi kotak di beberapa wilayah kaum marginal Ibu Kota Jakarta.
PP tersebut menyebutkan penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak mempertimbangkan kajian risiko serta standar internasional.
Penting bagi orangtua untuk berpikir terbuka dan objektif dalam menerima rekomendasi ahli kesehatan untuk mengikuti petunjuk pemulihan gizi yang disarankan.
Selain pemberian sumber protein hewani, kegiatan yang tidak kalah pentingnya ialah sesi edukasi bagi para kader dan orang tua mengenai pentingnya gizi, dan pola asuh untuk tumbuh kembanga anak.
Penurunan stunting pada 2023 di Indonesia masih rendah hanya 0,1% dari target 14%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved