Korban Konflik Lingkungan masih Ada

Kasus Kekerasan dalam konflik lingkungan hidup masih terjadi tiap tahun di Indonesia. Tidak hanya aktivis, masyarakat juga menjadi korban dalam konflik tersebut.

Berdasarkan data yang dihimpun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), pada 2010-2015 terjadi kriminalisasi terhadap 773 orang, 233 orang mengalami penganiayaan, dan 28 meninggal dunia. “Tapi itu baru dari data yang kami dampingi saja, belum dari NGO lain,” ucap Eksekutif Direktur Walhi Nasional Nur Hidayati saat ditemui dalam Pemaparan Peta Konflik Lingkungan Hidup-SDA dan Tantangan Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Tahun lalu, penganiayaan terjadi pada 41 orang. Jumlah itu meningkat drastis ketimbang 2014 yang menimpa 7 orang dan 3 orang di 2013.

Masih maraknya konflik berujung penganiayaan dikatakan Nur disebabkan pembiaran serta tidak adanya pengakuan status oleh negara kepada masyarakat. “Karena awal konflik biasanya didasari pada basis legal perizinan kawasan.”

Dengan demikian, masyarakat semakin tersingkir ketika penegak hukum melakukan peleraian dengan melihat pemegang legalitas sebagai pihak yang harus dibela. Celakanya, pembelaan yang dilakukan justru berujung pada tindak kekerasan.

Padahal, jika mengacu pada visi pemerintah untuk membangun dari kawasan pinggiran dan tapak, terjadinya konflik sangat bertolak belakang. Untuk itu, perlu melinierkan visi pemerintah dengan penegak hukum.

Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono kepada Media Indonesia mengatakan konflik yang terjadi akibat permasalahan legalitas tidak serta-merta memenangkan para pemegang izin.

“Memang secara perizinan mereka legal, tapi keadilan, kesejahteraan, dan pelibatan warga juga tidak boleh dilupakan,” ucap Eko. (Ric/H-2)