Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
IVERMECTIN digadang-gadang sebagai obat yang mampu mengalahkan virus SARS-Cov-2 penyebab covid-19. Berdasarkan penelitian awal, obat itu disebut bisa membunuh virus, tetapi baru diuji secara in vitro alias dilakukan di luar tubuh objek atau manusia.
Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof. Apt. Yahdiana Harahap mengatakan bahwa dari literatur, studi in vitro yang dilakukan membuktikan khasiat ivermectin mengalahkan covid-19. Obat tersebut bisa menghentikan replikasi virus SARS-Cov-2.
"Tapi hal ini tidak bisa langsung dikorelasikan atau ditranslasikan dengan kajian klinis. Diperlukan banyak sekali studi-studi lanjutan dari studi in vitro ini," ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (2/7) malam.
Dijelaskannya, dari beberapa literatur lain disebutkan IC yang dibutuhkan untuk membunuh virus. Untuk menghitungnya, ivermectin membutuhkan IC 50. Artinya konsentrasi pada dosis itu mengakibatkan 50% virus mati.
"Kajian in vitro juga diperoleh kadar 5 mikromolar. Jadi kadar mikromolar virus akan mati 50%. Nah ini berarti dengan dosis yang tinggi," terangnya.
Yahdiana membeberkan dosis pada obat cacing itu 200-400 mikrogram per kg berat badan. Kemudian dosis yang ada pada saat ini 12 mg. Pada dosis tersebut kemudian dinaikkan delapan kali, ternyata konsentrasi di dalam tubuh hanya 0,28 mikromolar.
"Jadi saya ingin mengatakan bila kita ingin mengorelasikan obat cacing ke antivirus itu concern-nya di dosis. Berapa dosis yang diberikan untuk mematikan virus yang 5 mikromolar berarti harus dinaikkan 250 kalinya. Itu secara hitung-hitungan," jelasnya.
Kajian lain juga menyebut ivermectin sangat buruk karena kemampuan absorbsi dalam darah sangat lemah. Obat itu pun terikat dengan protein lebih kurang 93%.
Artinya obat bebas bila digunakan untuk membunuh virus, kadarnya kecil dalam darah. Selain itu terikat dengan protein dalam jumlah besar sebagaimana obat tersebut didesain untuk obat cacing.
"Nah obat ini kan memang didesain untuk obat cacing sehingga dia masuk ke darah dalam jumlah yang tidak besar. Sedangkan obat kalau dia menuju ke reseptor dia harus tersedia dalam darah dan kemudian menuju reseptor," kata dia.
Sementara itu, lanjutnya, studi lain juga menyebut ivermectin dan plasebo pada pasien tidak ada perbedaan yang signifikan. Obat itu tidak memberi efek sebagai antivirus. (OL-14)
Obat generik memiliki kualitas produk yang setara obat paten. Produksinya mengikuti standar internasional, Good Manufacturing Practises (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Sebelum mengonsumsi obat cacing, yuks pahami dulu risiko kesehatan yang mungkin timbul.
Polri mengungkap fakta baru dalam penyitaan ribuan botol obat perangsang. Itu dijual ke kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahaya obat palsu dan obat kadaluarsa yang beredar tanpa izin agar tidak mengalami risiko gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi obat palsu
ADA sejumlah faktor risiko penyebab bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan. Contohnya, faktor genetik dan penggunaan obat-obatan.
Mengatasi batuk tidak selalu memerlukan obat-obatan kimia. Beberapa bahan alami terbukti efektif untuk meredakan batuk.
Sebuah studi menunjukan selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan rawat unap untuk remaja berusia 12 hingga 17 tahun karena gangguan makan.
Dari pemilihan Donald Trump hingga Pandemi global Covid-19, berikut adalah beberapa prediksi kartun The Simpson yang sudah lama tayang dan jadi ada di dunia nyata.
TINGGINYA nilai jatuh tempo utang di 2025 disebabkan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk memenuhi kebutuhan yang menggelembung saat Indonesia dilanda pandemi covid-19
SAYA mengikuti Global Health Security Conference (Konferensi Ketahanan Kesehatan Global) di Sydney, Australia, 18 sampai 21 Juni 2024
Jika terjadi pandemi terjadi atau wabah besar di suatu negara maka pemerintah negara tersebut harus menyerahkan patogen yang menjadi penyebab pandemi ke WHO.
Di samping PABS hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pendanaan dan transfer teknologi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved