Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kebaikan yang tidak Pernah Berhenti

Fathurozak
01/7/2021 05:40
Kebaikan yang tidak Pernah Berhenti
I Gede Robi Supriyanto atau lebih karib dikenal dengan Robi Navicula.(Dok. Kopernik)

MINGGU malam, di ruang dengan latar gitar dari jenis akustik hingga elektrik menggantung di samping poster Nirvana, I Gede Robi Supriyanto atau lebih karib dikenal dengan Robi Navicula bercerita tentang kegiatannya selama 1,5 tahun terakhir di masa pandemi ini. Ia bersama band-nya merupakan salah satu pelopor konser virtual saat pandemi awal. Ketika itu semua industri event dan pertunjukan masih agak kikuk beralih wahana.

Navicula cukup berhasil menjadi contoh bagi sesama musisi dalam melangsungkan konser tanpa penonton itu. Pentas yang ditonton secara virtual itu didedikasikan untuk menggalang bantuan bagi tenaga medis melalui hasil penjualan tiket.

Sepanjang masa pandemi covid-19 ini, tampaknya ia tidak pernah berhenti untuk terus menggalang bantuan. Bersama organisasi nirlaba tempatnya bekerja, Kopernik, yang fokus pada riset dan pengembangan, Robi dkk masih tetap konsisten membantu siapa saja yang membutuhkan pada masa pandemi ini.

Hal terbaru, dia menggalang pendistribusian 3.000 hazmat untuk disalurkan ke Bali, Aceh, Lombok, Papua, dan NTT. Sumbangan hazmat itu didapat dari salah satu merek pakaian dan peralatan luar ruang berkat usul Robi yang merupakan salah satu brand ambassador-nya.

“Sejak tahun kemarin aku kontak dengan tim internalnya. Sebagai perusahaan yang biasa bikin jaket atau peralatan buat di alam, pasti jagolah untuk bikin hazmat. Belakangan karena kasus covid meledak lagi, tentu kami tanggap. Pasti para tenaga kesehatan kewalahan. Dan, apa yang bisa dibantu untuk merespons situasi ini? Tentu, ya ingin dukung supaya mereka tetap bekerja dengan aman, dengan suplai APD ini,” kata Robi kala berbincang kepada Media Indonesia melalui konferensi video, Minggu (27/6).

Pada tahun lalu, distribusi hazmat ke layanan-layanan kesehatan yang membutuhkan pun sudah dilakukan Robi dan kawan-kawan meski jumlahnya memang tidak semasif yang terakhir.

Sebelumnya, ia juga intens untuk menggalang bantuan seperti saat terjadi kelangkaan gel/cairan pembersih tangan (hand sanitizer). Ketika itu ia bekerja sama dengan industri kosmetik rumahan dan para petani arak.

“Kami sempat kerja sama juga dengan kurang lebih 1.000 petani arak di Karangasem untuk bikin sekitar 2.500 liter hand sanitizer. Lalu juga dengan beberapa teman di industri kosmetik skala rumahan. Selama enam bulan itu setidaknya ada 17 ribu botol hand sanitizer yang didistribusikan.”

 

Bantuan pangan

Selain turut mendistribusikan kebutuhan kelengkapan higienitas kepada masyarakat dan APD untuk paramedis, Robi bersama Kopernik juga turut menjamin kebutuhan pangan bagi para kru panggung dan event yang rentan karena sistem kerja harian. Paket sembako dibagikan kepada sekurangnya 500-an pekerja harian di sektor musik dan pertunjukan.

Dari riset yang dilakukan organisasinya, 81% ekonomi di Bali turut terdampak, dan ada 46% pekerja kehilangan pekerjaan. Mayoritas dari industri pariwisata, termasuk budaya dan pertunjukan.

“Fokusnya ini memang ke rekan kru panggung, yang seringnya invisible. Mereka kadang terlupakan. Kebanyakan adalah perantauan di Bali. Sementara musisi yang dari Bali dan keterangan di KTP-nya warga Bali, biasanya juga sudah dapat bantuan dari banjar (desa/kampung),” kata Robi.

“Jadi sudah pasti mereka berada di red zone.”

 

Penguatan pertanian

Mayoritas pekerja sektor pariwisata yang kehilangan pekerjaan pun akhirnya pulang kampung. Mereka beralih ke pertanian, kembali ke asal sebelum gempita wisata.

Momen ini juga dijadikan Robi dan kawan-kawannya di Kopernik untuk turut menguatkan sektor pertanian di Bali, yang bahkan sebelum pandemi juga sudah punya permasalahan yang cukup kompleks. Pandemi covid-19 hanya mempertegas persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah.

“Terjadi krisis tenaga kerja di sektor pertanian. Sebab itu, stimulus bantuan kepada petani mutlak untuk turut menyediakan lapangan kerja alternatif. Ketika banyak orang akhirnya balik ke kampung dan balik ke pertanian, ini bisa jadi ekonomi alternatif, untuk mengurangi semuanya ditaruh di satu keranjang yang sama; wisata.”

Sejak Juli, program pelatihan bagi para petani kopi dan kakao di Tabanan menjadi salah satu upaya penguatan itu. Bantuan infrastruktur juga turut diberikan untuk mendukung produksi pertaniannya. Hal yang juga dilakukan ialah turut membuka kanal distribusi dan penyerapan pasar produk pertanian lokal sehingga hasil kebun dan sawah mereka terserap dengan baik.

“Di satu sisi ini sebagai respons para pekerja yang pulang kampung dan tidak ada kerja, tetapi selain itu turut membantu untuk mengembalikan kekuatan desa dengan kedaulatan pangan,” kata Robi yang juga punya latar belakang agroekologi.

Upaya-upayanya untuk turut membantu lintas sektor yang terdampak pandemi ini juga bukan karena ada tendensi tertentu, semacam jadi pahlawan, misalnya. Baginya, pandemi bukan ajang untuk itu. Semuanya berada dalam mode survival, dan harus didukung.

“Sebagai makhluk sosial, ketika kita direnggangkan dan dijarakkan, kita sebagai manusia tentu harus mengatasi tantangan peradaban ini. Makin sulit hidup, harusnya solidaritas makin tinggi untuk menghadapi tantangan itu sebagai esensi dari makhluk sosial.”

“Dan itu tidak bisa sendiri-sendiri. Apa yang kami lakukan ini ya kayak barter. Memetakan siapa yang butuh apa dan siapa yang bisa membantu apa. Terintegrasi. Gotong royong itu kan kekuatan Indonesia,” ujarnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya