Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Jantung, Harta Paling Berharga

ATALYA PUSPA
26/8/2020 02:20
Jantung, Harta Paling Berharga
(Sumber: WHO/Kemenkes/BPJS/Tim Riset MI-NRC/ Grafis: SENO)

DENGAN tiga ring (stent) yang terpasang di jantungnya, Hera, 49, kerap dilanda was-was selama pandemi covid-19. Pasien jantung koroner ini berusaha tidak ke luar
rumah jika tidak ada keperluan penting.

Ia menyadari betul kalau dirinya termasuk kelompok rentan terinfeksi covid-19 karena memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas.

Selalu berkonsultasi dengan dokter dan tak putus minum obat merupakan ikhtiar yang dilakukan Hera untuk tetap menjaga dirinya.

“Karena kalau enggak tertib menjalani pengobatan, biasanya akan sering kambuh sesak napas dan mungkin berisiko memperparah kondisi jantung,” ujarnya kepada
Media Indonesia, kemarin.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Vito Anggarino Damay, M kes, SpJP (K) FIHA, FICA, menjelaskan jantung berperan penting memompa darah bersih ke seluruh tubuh, termasuk otak dan ginjal untuk tetap memberikan nutrisi dan oksigen agar organ serta sel-sel tetap hidup.

Melalui jantung, terang Vito, darah juga memungut sampah sampah metabolisme yang salah satunya berisi karbon dioksida untuk nantinya dikeluarkan paru-paru.

Melihat perannya yang penting ini, bisa dibayangkan kalau orang sudah punya penyakit jantung, juga terkena covid-19.

“Paru-paru dan jantung sama sama rusak. Meninggalnya lebih mudah secara teori,” ujar dokter yang berpraktik di Siloam Hospitals Lippo Village itu.

Ia menjelaskan pasien penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk dalam kelompok berisiko tertular covid-19 karena bisa mengalami manifestasi yang lebih berat
daripada yang tidak memilikinya.

Penyebabnya ialah viral load SARS-CoV-2 yang bisa menyebabkan kerusakan pada paru-paru, tempat di mana terjadi pertukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2).

Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menyatakan penyakit kardiovaskular, yakni hipertensi, aritmia, jantung koroner, dan gagal jantung,
ialah komorbiditas terbesar covid-19. Disusul dengan penyakit gangguan pernapasan (respirasi), seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis/PPOK, tuberkulosis/TB paru,
bekas TB paru, dan kanker paru.

Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena ACE-2 yang menjadi reseptor SARS-CoV-2 penyebab covid-19 terdapat di sistem kardiovaskular.

“Kenapa kardiovaskular? Karena protein S pada virus korona berkaitan dengan reseptor sel host ACE-2 yang ditemukan di usus, ginjal, dan pembuluh darah. Secara
imunologi, masuknya virus ke dalam sel menginduksi keluarnya sitokin yang meningkatkan keparah an,” bebernya dalam sebuah webinar di kanal Youtube Persatuan dokter
spesialis penyakit dalam Indonesia (PAPDI), belum lama ini.

Merusak

Satu kasus menarik diungkapkan dokter Agus. Seorang pasien laki laki berusia 55 tahun mengalami sesak napas, batuk, dan demam; tidak ada riwayat sakit jantung, diabetes,
dan hipertensi. Namun, pasien ini merokok dan ada riwayat kontak dengan penderita covid-19.

Dari hasil swab test diketahui pasien itu positif SARS-CoV-2 dengan hasil SpO2 90% di hari keenam. Pasien ini pun didiagnosis aritmia atau gangguan irama jantung.

“Jadi, pada kasus covid-19, bisa muncul komplikasi kardiovaskular dalam bentuk aritmia. Padahal, pasien tidak punya riwayat jantung sebelumnya.

Tapi alhamdulillah pasien bisa stabil, sembuh, dan tidak sampai gunakan ventilator,” kata dokter di RSUP Persahabatan, Jakarta, itu.

Temuan kasus yang sama juga diungkapkan sejumlah peneliti dari Jerman yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Cardiology, baru-baru ini. Para peneliti tersebut menemukan
bahwa SARS-CoV-2 dapat mencapai jaringan otot jantung, dari hasil pengamatan jaringan jantung milik 39 pasien covid-19 di Jerman yang baru saja meninggal. Usia pasien pada
saat kematian berkisar 78-89 tahun.

Dari studi itu, para peneliti makin meyakini bahwa penyakit covid-19 bisa memicu efek kerusakan pada sistem kardiovaskular. Penelitian itu makin menegaskan bahwa faktor
risiko pada pasien jantung tidak bisa diremehkan. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya