Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
KOORDINATOR Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA) Lita Anggraini menyebut pihaknya telah merancang RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) sejak 2000. Namun hingga kini, RUU tersebut belum juga disahkan menjadi undang-undang.
Menurut Lita, RUU PRT pertama kali masuk Prolegnas 2004. Akan tetapi hingga lima tahun setelahnya hanya diparkir di Prolegnas 2004-2009.
"Setelah melalui aksi-aksi, baru kemudian masuk dalam Prolegnas prioritas kembali pada 2010," kata dia dalam Forum Diskusi Denpasar 12 yang mengambil topik "Pentingnya Kehadiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT)", Rabu (22/7).
Untuk mempelajari RUU ini, lanjut Lita, komisi IX sudah melakukan kajian ke 10 kota, studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina, dan sudah uji publik di tiga kota.
"Hasilnya sudah sampai ke Baleg dan kemudian dihentikan di Baleg tahun 2014. Tahun 2014-2019 kembali hanya parkir sebagai Prolegnas," kisahnya.
Dia bersyukur RUU ini masuk lagi Prolegnas prioritas 2020. Sayangnya, RUU ini kembali diparkir di Baleg.
Menurut Lita, terdapat sejumlah urgensi agar RUU PRT segera disahkan. Untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap PRT, diperlukan sistem yang menjamin dan melindungi mereka.
"Perlindungan terhadap PRT ditujukan untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar dan kesejahteraannya PRT beserta keluarganya," jelasnya.
Lita mencontohkan hak-hak PRT antara lain mendapatkan upah sesuai perjanjian kerja, waktu istirahat jeda kerja, istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam dalam satu minggu, dan cuti tahunan 12 hari kerja per tahun.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari fraksi Nasdem, Willy Aditya, menjelaskan alasan RUU ini terparkir di Baleg. Menurutnya, masih ada penolakan dari kalangan pemberi kerja yang tidak hanya kalangan menengah atas tapi juga menengah bawah.
"Yang mereka takutkan adalah terjadinya formalisasi di sektor pekerja rumah tangga," katanya.
Selain itu, ada juga kehawatiran soal PRT yang dapat memenjarakan si pemberi kerja, dan lain-lain.
"Saya mengajak beberapa teman untuk membantu agar bagaimana ini tidak jadi momok. Bagaimana ini kemudian menjadi satu hal yang di satu sisi relasi kerjanya tetap terjaga, jaminan hak-haknya terpenuhi, tapi di sisi lain orang bisa menerima," ujarnya.
"Kita tetap berjuang, saya akan bersurat kembali kepada pimpianan untuk ini dibawa kembali ke paripurna pembukaan," pungkas Willy. (X-12)
Wapres Ma'ruf Amin jamin dana pekerja di Tapera akan aman
Upah pekerja saat ini masih jauh dari angka layak sehingga jika harus dipotong 2,5 % maka pkerja akan semakin miskin dan tidak bisa memenuhi biaya hidup.
Tidak ada jaminan gaji karyawan swasta yang dipotong sebesar 3% yang dibayarkan 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung pekerja bisa mendapatkan rumah.
Aturan sanksi itu dapat dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013
Inflasi adalah situasi di mana harga produk meningkat karena daya beli menurun dan nilai mata uang rendah. Cari tahu cara mengatasinya di sini.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai pengupahan di DKI Jakarta masih belum sesuai dengan kondisi kehidupan yang sebenarnya terjadi. Idealnya, gaji di Jakarta ada Rp7 juta per bulan.
PEMERINTAH silih berganti namun selama hampir 20 tahun sejak awal diajukan ke DPR pada 2004, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
Revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 dinilai sulit bergulir.
REVISI Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2020-2024.
KETUA Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto menampik tudingan bahwa partainya ingin merebut kursi ketua DPR RI lewat revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3)
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku akan mengecek terlebih dahulu perihal rencana revisi UU MD3. Ia menilai revisi tersebut dalam rangka meningkatkan kerja di parlemen.
Sejatinya revisi UU Peradilan Militer belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved