Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
YAYASAN Pemerhati Kesehatan Publik (YKPK) menyebut Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Pendiri YPKP Achmad Sywqie menyebutkan satu dari lima orang Indonesia merupakan perokok.
Meski demikian, upaya untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia untuk menghadirkan produk tembakau alternatif untuk memenuhi kebutuhan nikotin perokok perlu digencarkan. Kajian ilmiah, lanjut Syawqie diperlukan untuk menelaah produk tembakau alternatif.
“Sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan kajian ilmiah di tengah polemik produk tembakau alternatif. Adanya kajian ilmiah yang komprehensif akan memberikan kebenaran kepada publik, terutama perokok dewasa," kata Syawqie dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12).
Salah satu produk tembakau alternatif yang kini sedang dikaji luas di dunia ialah produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product) yang diklaim memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibanding rokok.
Syawqie mengungkapkan, American University of Beirut (2018) menyatakan, produk tembakau yang dipanaskan dan rokok menghasilkan nikotin dalam jumlah total yang sama. Namun produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) sebesar 85% dan senyawa karbon (Carbonyl Compound) sebesar 77% lebih rendah dari kadar yang dihasilkan oleh rokok.
Baca juga : Anak Usaha Erajaya Garap Tembakau Alternatif
Produk tembakau yang dipanaskan memiliki kadar zat kimia yang lebih rendah daripada rokok karena dalam penggunannya tidak terjadi proses pembakaran, melainkan pemanasan. Produk tersebut memanaskan tembakau asli yang dibentuk seperti batang tembakau berukuran kecil.
Ketika dipanaskan, produk tersebut menghasilkan uap, bukan asap, yang mengandung nikotin. Karena tidak ada proses pembakaran, produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR, zat karsinogen yang memicu kanker atau tumor ganas, dan karbon monoksida.
Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment/BfR) juga mengkaji produk tembakau yang dipanaskan. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat perusakan zat terhadap organisme) yang lebih rendah hingga 80-90 persen dibandingkan rokok konvensional.
Dengan sejumlah hasil kajian ilmiah tersebut, Syawqie mendorong pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah yang mendalam terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, Indonesia masih minim kajian ilmiah.
Dalam melakukan kajian ilmiah, pemerintah dapat menggandeng akademisi, regulator, dan pelaku usaha. Nantinya, hasil dari kajian ilmiah tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau yang dipanaskan.
"Pemerintah seharusnya mensosialisasikan hasil-hasil kajian ilmiah dan informasi yang akurat mengenai produk tersebut kepada perokok dewasa, sehingga perokok dewasa memiliki pilihan untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko daripada terus merokok,” pungkas Syawqie. (RO/OL-7)
Penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa terjadi deflasi sebesar 0,18% pada Juli 2024 secara month to month (mtm). Deflasi pada Juli merupakan yang terdalam dibandingkan Juni 2024.
Iwan mengatakan penentuan kebijakan terkait IHT harus dirumuskan secara matang. Harus ada pertimabngan dampaknya bagi kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja.
Selama pemerintah terus mengakomodasi kepentingan industri dalam regulasi zat adiktif, maka sampai kapanpun upaya perlindungan kesehatan anak tidak akan pernah tercapai.
INFLASI umum terus melambat menjadi 2,51% secara year on year (yoy) pada Juni 2024. Ini turun dari 2,84% (yoy) pada Mei 2024.
Aparsi ketar-ketir akan kehilangan omzet triliunan rupiah dari aturan larangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved