Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Hampir Setengah Juta Warga Bengkulu Konsumsi Rokok

Indriyani Astuti
30/6/2018 14:20
Hampir Setengah Juta Warga Bengkulu Konsumsi Rokok
(ANTARA/Eric Ireng)

PROVINSI Bengkulu dinilai sudah masuk kategori darurat rokok. setengah juta warga Bengkulu mengkonsumsi rokok, di antaranya warga usia anak-anak. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari banyak pihak untuk melindungi anak muda dari bahaya rokok.

"Data dari BPS 2016, jumlah perokok di Provinsi Bengkulu mencapai 495.992, dan sebanyak 1,9% diantaranya adalah anak usia dibawah 18 tahun," ujar Cindy, dari Warior Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) Kota Bengkulu melalui siaran pers pada Sabtu (30/6).

Pemerintah Provinsi Bengkulu, ujar Cindy, sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi anak muda dari dampak konsumsi rokok. Salah satunya, dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

“Namun sayangnya Perda KTR belum bisa melindungi anak muda dari dampak rokok secara maksimal. Sehingga sebagai anak muda yang peduli masa depan generasi muda Bengkulu, kami ikut bersuara mendukung Pemprov melalui pementasan Wayang FCTC ini,” tegasnya.

Melalui pementasan wayang, Warrior FCTC dan 7 organisasi anak muda Bengkulu menyuarakan dukungan bagi perlindungan anak muda Bengkulu dari dampak konsumsi rokok dan dari target pemasaran rokok. Pementasan Wayang FCTC dilaksanakan hari ini di Gedung Serbaguna Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Murah

Selain pementasan wayang, FCTC juga mendorong dinaikannya harga rokok supaya anak-anak tidak dapat menjangkaunya.

Warrior FCTC Kota Bengkulu lainnya Firman Hidayat menuturkan, jelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia, para Warrior FCTC meluncurkan Katalog Harga Rokok. Katalog yang diterbitkan berdasarkan hasil survey para Warrior FCTC itu menyebutkan bahwa harga rokok masih sangat murah. Bahkan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tahun 2017 hanya mampu menaikkan harga rokok paling tinggi Rp500 per batang.

"Jika rokok masih murah, anak-anak dan orang miskin akan membeli rokok. Keluarga miskin akan tetap merokok, padahal rokok itu jelas-jelas memiskinkan. Begitu pula anak-anak bisa merokok karena harga rokok terjangkau uang saku mereka, dan ini berpotensi merusak kesehatan mereka di masa depan,” tegasnya.

Ia mengutip data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu tahun 2016, bahwa jumlah konsumsi rokok tahun 2016 mencapai rata-rata 98,17 batang per minggu per orang atau 4.712 batang per tahun per orang sehingga jumlah konsumsi rokok pada tahun 2016 mencapai 2.337.193.662 batang per tahun.

“Seandainya rata-rata harga rokok adalah Rp 1.000/batang maka pada tahun 2016 lalu pengeluaran untuk konsumsi rokok setara dengan Rp 2,3 triliun lebih. Angka tersebut bahkan lebih besar dari APBD Provinsi Bengkulu pada tahun 2016 yang hanya menyentuh angka Rp2,2 triliun saja,” tuturnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya