Yohana Susana Yembisa Perempuan sebagai Agen Perdamaian

PEREMPUAN punya kontribusi besar sebagai agen perdamaian di daerah-daerah rawan konfl ik, termasuk di Indonesia. Nusantara, yang memiliki budaya sangat beragam, mempunyai potensi konfl ik yang tinggi. Begitu dikatakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise. Apalagi, menurut perempuan kelahiran Manokwari, Papua, 1 Oktober 1958 itu, belakangan banyak bermunculan hal meresahkan yang bernuansa SARA sehingga berpotensi menggerogoti kebinekaan.

"Konfl ik yang dilatarbelakangi SARA pernah menjadi sejarah kelam bangsa ini. Setiap konfl ik menyisakan trauma mendalam," katanya ketika menghadiri Women Peace Conference yang diselenggarakan di Gedung Kebudayaan Soka Gakkai Indonesia di Jakarta, kemarin. Dalam situasi konfl ik, katanya, perempuan menanggung beban berat. Pada saat kaum laki-laki terpaksa harus berjaga atau kehilangan nyawa, perempuan mengambil alih tugas sebagai kepala rumah tangga. Pada posisi tersebut, tuturnya, perempuan menanggung beban ganda, yakni harus menafkahi keluarga, sekaligus mengurus rumah tangga serta menjadi pendidik bagi anak-anak.

Dalam situasi seperti itu, peran perempuan sangat dibutuhkan. Lulusan Universitas Newcastle tersebut menuturkan peran perempuan kini memang telah diakui. Banyak perempuan di tengah situasi konfl ik justru mampu menghadirkan perubahan. Mereka bukan menjadi korban, melainkan agen perdamaian. Yohana mengisahkan perempuan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, yakni daerah yang pernah menjadi wilayah konfl ik SARA. Perempuan tersebut, ujarnya, justru mengumpulkan kaum ibu dari beragam suku dan agama untuk dipersatukan. Oleh karena itu, ujarnya, perempuan dan perdamaian tidak dapat dipisahkan. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga sudah menetapkan resolusi agar perempuan berperan dalam membangun struktur perdamaian dan keamanan, melakukan rehabilitasi di daerah konfl ik, rekonsiliasi, serta membangun kesadaran hukum.

"Perempuan sudah menjadi role model mampu merawat toleransi di tengah keberagaman. Oleh PBB, perempuan didaulat menjadi pembawa perdamaian, untuk dapat masuk ke daerah konfl ik dengan pendekatan berbeda, guna merangkul korban perempuan dan anak," kata dia.

Dalam waktu dekat, ujarnya, ia akan mengunjungi Afghanistan untuk misi perdamaian. Ia akan masuk melalui kaum perempuan serta menjelaskan apa yang sudah dilakukan Indonesia dalam mengatasi konfl ik yang pernah terjadi di negara ini. Pilot perempuan Yohana juga mengungkapkan betapa ia sangat terkesan. Seusai menghadiri peringatan Hari Kartini di Padang, Sumatra Barat, ia menumpang pesawat yang dipiloti perempuan. Pesawat Garuda Indonesia dengan kapten perempuan tersebut ia tumpangi saat kembali ke Jakarta.

"Saya dijemput kapten perempuan pertama dari Garuda Indonesia, Kapten Ida. Bangga sekali saya bisa ikut pesawat yang dibawa perempuan," tutur Guru Besar Universitas Cenderawasih, Papua, itu. Selain pilot, kopilot dan seluruh kru penerbangan tersebut juga perempuan. H-2