Tax Amnesty Terganjal belum Sepaham

PEMAHAMAN yang belum merata soal amnesti pajak ditengarai menjadi salah satu faktor masih minimnya penerimaan dari program tersebut.

Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Pertimbangan Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton Supit. Menurut dia, ­masih banyak yang beranggapan bahwa amnesti pajak hanya untuk golongan pengusaha dan masyarakat menengah ke atas. “Padahal, kan tidak ­begitu, para pejabat, DPR pun mesti ikut amnesti pajak,” tuturnya saat dihubungi, ­kemarin.

Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengingatkan pemerintah agar meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. Senada dengan Anton, ia mengatakan saat ini ada persepsi keliru soal amnesti pajak di benak publik.

“Saya ini banyak dapat ­laporan. Ada ibu-ibu yang setelah konsultasi malah tidak bisa tidur karena takut tax amnesty. Ada yang minta dikoreksi isi formulirnya. Padahal, saya bukan petugas pajak,” ujarnya separuh berseloroh dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (25/8) malam.

Plate pun meminta sosiali­sasi yang dilakukan mencakup investasi yang kompetitif bagi wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi.

Dalam rapat, Sri mengatakan Ditjen Pajak telah menambah pusat informasi dan layanan publik. Namun, ia mengakui mereka kewalahan. Ia mencontohkan, dari permintaan informasi yang masuk ke nomor hotline, hanya sekitar 68% yang terlayani.

Di sisi lain, lanjutnya, aparat pajak juga dituntut untuk mengejar target pajak di luar program amnesti.

Dalam kondisi tersebut, waktu bagi peserta amnesti pajak untuk memanfaatkan tarif tebus termurah tinggal sebulan lagi. Namun, pemerintah belum berencana mengubah periodisasi amnesti pajak itu karena akan menimbulkan konsekuensi undang-undang (Media Indonesia, 27/8).

Per kemarin, realisasi tebus­an dari program yang berawal mulai medio Juli silam itu baru Rp2,12 triliun atau 1,3% dari target Rp165 triliun sampai akhir Maret 2017. (Arv/Adi/Dro/E-2)