Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEMENTERIAN Pertanian telah menyiapkan skenario untuk mengantisipasi badai La Nina terhadap sektor pertanian sebagaimana diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan, dalam situasi dan kondisi apapun, sektor pertanian harus terus berjalan. Pertanian tak boleh terganggu dengan apapun.
"Pertanian ini tak boleh terganggu oleh apapun, sebab pertanian merupakan sektor yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Jadi, apapun situasinya, pertanian harus tetap berjalan," ungkapnya, Kamis (4/11).
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menjabarkan, untuk aspek mitigasi ada dua skenario yang telah disiapkannya. Pertama adalah aspek forecasting, yaitu secara teoritis masalah banjir dapat diminimalkan risikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat.
"Kedua adalah aspek deliniasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan untuk menyusun strategi antisipasi dan memfokuskan penanganan masalah banjir secara spasial dan temporal (antarwaktu)," ujar Ali.
Baca juga:Mentan Imbau Kepala Daerah untuk Siap Hadapi Kemarau Panjang
Aspek deliniasi juga mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan. Sementara untuk adaptasi, Ali menyebut ada empat langkah yang telah disiapkan. Pertama ketersediaan informasi dan teknologi tentang banjir dan kekeringan. Kedua, kebijakan dan perencanaan pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim, termasuk terhadap iklim ekstrem yakni banjir dan kekeringan.
"Berikutnya adalah sistem pendukung kelembagaaan pertanian yang responsif terhadap banjir dan kekeringan," tuturnya.
Terakhir yakni membangun kepedulian masyarakat, mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan.
"Kami juga membangun sinkronisasi dan sinergitas dengan kementerian/lembaga terkait secara partisipatif dan berkelanjutan," ucap Ali.
Ali melanjutkan, Kementan juga telah menetapkam tujuh langkah untuk mengantisipasi musim hujan yang mulai intens mengguyur wilayah Indonesia.
Pertama, sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang rawan banjir. "Kedua, secara intensif menginformasikan data iklim dari BMKG. Ketiga, percepatan tanam untuk daerah yang puncak genangan di bulan Desember 2021 dan Januari 2022," papar dia.
Keempat, pada daerah rawan banjir, pompa-pompa air harus disiapkan. Begitu juga dengan normalisasi saluran, pengaturan air melalui embung, DAM parit, longstorage dan lainnya.
Kelima, dalam melakukan percepatsn tanam, brigade tanam segera dikerahkan. Begitu juga dengan prasarana pendukung seperti traktor, pupuk, benih dan lainnya.
"Berikutnya adalah menggunakan varietas tahan genangan. Terakhir adalah memanfaatkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)," pungkasnya. (OL-4.,x/./.x.z/.d
BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta sejumlah wilayah untuk mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Juli, Agustus, hingga September 2024 mendatang.
Walaupun saat ini Indonesia sudah memasuki musim kemarau, tetapi fenomena La Nina yang dimulai dari Juni hingga November disebut akan membawa peningkatan intensitas curah hujan tinggi
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi penurunan kualitas udara tahun ini tidak akan separah 2023.
Tanpa pengamatan yang tepat, informasi yang disajikan bisa menyesatkan, yang pada akhirnya berdampak pada kebijakan dan keputusan yang tidak akurat.
Suhu rata-rata global pada Februari 2024 melebihi ambang batas kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celsius yang seharusnya boleh dicapai pada 2030.
Menurut BMKG, La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal, sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem yang merugikan lahan pertanian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved