Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
INDONESIA terus mencatatkan surplus bulanan dalam perdagangan internasional selama 13 bulan berturut-turut sejak Mei tahun lalu hingga ke awal gelombang kedua pandemi Covid-19 bulan lalu.
Surplus perdagangan luar negeri pada kuartal II-2021 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Selain disebabkan oleh angka surplus perdagangan yang rendah pada tahun 2020, membaiknya kinerja perdagangan luar negeri dipengaruhi oleh pulihnya permintaan global dan kenaikan harga komoditas.
Baca juga: Temui Gubernur Riau, Pertamina Siap Ambil Kelola Blok Rokan Pekan Depan
"Kinerja positif neraca perdagangan di tahun kedua pandemi Covid-19 didorong oleh akselerasi ekspor dan impor yang menunjukkan tanda pemulihan ekonomi," kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky, Rabu (4/8).
Sebagai negara pengekspor komoditas, Indonesia diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas yang tinggi. Hal ini tercermin dari peningkatan ekspor barang non-migas pada kuartal II-2020 mencapai 154% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor bahan mentah dan barang modal melonjak tiga kali lipat dari tahun lalu karena kenaikan harga minyak mentah seiring dengan pulihnya permintaan global.
Tahun lalu, kinerja perdagangan yang lebih baik dari perkiraan di tengah pandemi Covid-19 telah melepaskan tekanan pada neraca transaksi berjalan Indonesia dengan surplus 0,38% dan 0,33% dari PDB, masing-masing pada kuartal III dan IV tahun 2020.
Namun, Indonesia tidak lagi menikmati surplus sejak awal 2021 dengan berlanjutnya defisit transaksi berjalan sebesar 0,36% dari PDB pada kuartal I-2021.
Berbeda dengan pelemahan impor tahun lalu akibat pandemi, impor bahan mentah dan barang modal di 2021 telah bangkit kembali untuk mendukung pemulihan ekonomi. Tren peningkatan impor barang hampir melampaui perbaikan ekspor, seiring dengan terus berlanjutnya defisit perdagangan jasa, telah mengembalikan transaksi berjalan ke level defisit.
Dengan melihat angka perdagangan luar negeri selama tiga bulan terakhir, defisit transaksi berjalan kemungkinan besar akan bertahan di kuartal II-2021. Sementara neraca transaksi berjalan untuk Semester-II 2021 nanti akan sangat bergantung pada perkembangan kasus pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Jika jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat, bukan tidak mungkin untuk melihat surplus transaksi berjalan lagi karena pembatasan mobilitas untuk menahan virus kemungkinan akan mengurangi konsumsi domestik, sehingga kembali membatasi permintaan impor," kata Riefky.
Menilik lebih dalam komposisi perdagangan luar negeri, rincian ekspor dan impor relatif tidak berubah pada kuartal-II 2021. Ekspor masih didominasi oleh komoditas mentah yang terdiri dari sumber daya mineral, lemak nabati, dan logam mulia.
Proporsi komoditas tersebut terhadap total ekspor bahkan lebih tinggi sebesar 39% dibandingkan dengan periode yang sama dua tahun terakhir. Lonjakan harga komoditas yang cukup signifikan akibat berlanjutnya pemulihan permintaan dari pandemi Covid-19 telah berkontribusi pada pangsa ekspor komoditas Indonesia yang lebih signifikan.
Di sisi lain, impor barang modal masih menjadi penyumbang utama total impor. Barang modal yang terdiri dari produk mesin dan elektronika mencakup sekitar 25% dari total impor.
Produk kimia industri juga masih menjadi produk impor tertinggi ketiga oleh Indonesia dari luar negeri seiring tingginya permintaan alat dan bahan medis selama pandemi Covid-19. Pangsa impor bahan kimia industri diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat karena Pemerintah Indonesia sedang berjuang menangani munculnya kembali kasus pandemi Covid-19.
Gelombang kedua pandemi Covid-19 telah menarik kembali permintaan konsumsi domestik seiring dengan penerapan kembali pembatasan mobilitas sosial oleh Pemerintah. Permintaan yang lebih rendah telah memangkas rencana para bisnis untuk memulai kembali produksi, sehingga menurunkan permintaan impor.
Sementara, impor kemungkinan besar akan turun dalam waktu dekat. Tren ekspor akan sangat bergantung pada pemulihan permintaan global. Jika kondisi ekonomi mitra dagang utama Indonesia terus membaik, permintaan ekspor kita kemungkinan akan tetap terjaga.
"Kombinasi ekspor yang stabil dan impor yang lebih rendah diperkirakan akan berkontribusi pada surplus perdagangan di sisa bulan tahun ini," kata Riefky. (Try)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved